ramai-ramai orang pada berteriak
sambil sembunyi tangan tetapi mulut berbisa
sementara ditangannya ada beberapa rupa
senjata api, peluru dan granat
lalu siapa berani menunjuk hidung ?
demikianlah yang terjadi di negeri ini
yang katanya pernah beradab dan berhati suci
di tengah kepongahan yang tiada henti
di segenap tangan beribu kekuasaan
entah sampai kapan garuda bersayap lagi
siapapun akan merintih di tengah malam
sambil mengacungkan tangan, menyeringai
"kembalikan nafas kami, kembalikan roh kami !"
tetapi hanya semilir angin yang berdesah
semuanya sudah disembunyikan oleh sang politikus
lalu siapa yang peduli terhadap kejujuran
sebab apalah arti dibalik reruntuhan nurani
yang sayup-sayup merintih tidak berdaya
dalam genggaman kuat angkara murka
sementara keadilan hanya bisa meronta-ronta
setelah segalanya muncul bertautan
sampailah kepada mahkota berduri
untuk dinikmati sambil terbahak-bahak
tanpa perlu melihat airmata yang berceceran
di pinggir jalan yang kumuh dan sesat
seperti gerombolan yang tak pernah putusÂ
dihelanya segala rupa tetek-bengek
yang katanya demi kepentingan rakyat
karena bangsa ini butuh pemimpin
yang bisa menjadi ratu adil jejaden
wahai, kapankah engkau berhenti bermain-main
sebab beban sudah terlampau sarat
setelah lelah berlarian sepanjang tepian
setelah mimpi-mimpi yang berkeliaran
hanya jatuh dalam pelukan sebuah puisi ----
Jakarta, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H