Contoh ketidak-adilan itu bisa dilihat dari Kota Serang yang mempunyai 8 SMA Negeri dan 6 kecamatan. 2 SMA Negeri di Kecamatan Serang (SMAN 1 dan SMAN 5); 2 di Kecamatan Cipocok (SMN 2 dan SMA 6); 1 di Kecamatan Taktakan (SMAN 3); 1 di Kecamatan Kasemen (SMAN 4); 1 di Kecamatan Curug (SMAN 7); dan 1 di Kecamatan Walantaka.
SMA Negeri favorit sesuai urutan adalah SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 3. Selebihnya tidak favorit. Bahkan SMAN 7 di Curug menjadi sangat tidak favorit. Karena lokasinya bersebelahan dengan peternakan ayam yang sering menimbulkan bau tak sedap.
Ketimpangan mutu yang didasarkan akreditasi pun masih terlalu lebar. SMAN 1 Kota Serang berakreditasi A, sedangkan SMAN 7 berakreditasi C. Sehingga wajar banyak orang tua siswa berharap anaknya sekolah di SMAN 1, SMAN 2 atau SMAN 3.
Dengan menetapkan Kota Serang dalam satu zonasi, maka ketidak-adilan bagi siswa berprestasi UN yang jaraknya jauh dari SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 3 terlihat jelas. Siswa berprestasi UN yang tinggal di ujung Kecamatan Curug dan ujung Kecamatan Walantaka tidak mungkin diterima di SMAN 1, SMAN 2 atau SMAN 3. Karena dalam satu zonasi, maka nilai UN tidak berarti. Sementara jarak mereka tentu paling jauh dibandingkan warga kecamatan lain. Karena dalam satu zonasi, mereka tidak bisa mendaftar lewat jalur prestasi.
Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan pejabat-pejabat Pemprov Banten dan juga lewat media sosial, daku meminta agar pembagian zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Kota Serang atau Banten pada umumnya dibagi dalam zonasi tingkat kecamatan. Didasarkan pada hampir tiap kecamatan di Provinsi Banten sudah punya SMA Negeri. Bahkan untuk kecamatan yang memiliki 2 SMA Negeri, zonasinya dijadikan kumpulan kelurahan/desa yang dekat ke SMA masing-masing.
Dengan pembagian zonasi per kecamatan, maka setiap siswa yang prestasi UN-nya bagus dapat melakukan dua pendaftaran sekaligus. Melalui jalur zonasi untuk sekolah di kecamatannya dan melalui jalur prestasi untuk SMA favorit atau SMA yang lebih baik mutunya di luar kecamatannya.
Rasa keadilan bagi siswa berprestasi UN menjadi terpenuhi. Tinggal masalahnya kuota yang ditetapkan Kemendikbud terlalu sedikit. Hanya 5% dari daya tampung. Setidaknya rasa keadilan itu bisa dipenuhi dengan kisaran 20% dari daya tampung. Dan setiap tahun diturunkan.
Misteri Dokumen Penetapan Zonasi
Atas desakan para peserta sosialisasi PPDB dan panitia PPDB di tiap sekolah, akhirnya Juknis secara tertulis dikeluarkan Dindikbud Banten dalam bentuk softcopy. Didistribusikan melalui grup WhatsApp operator PPDB. Ada beberapa kejanggalan dalam Juknis tersebut.
Pertama Juknis PPDB SMA Negeri, SMK Negeri dan SKh Negeri Provinsi Banten tahun 2019 itu tidak ada tanda tangan pejabat yang berwenang (Ketua Panitia PPDB Provinsi dan/atau Kepala Dindikbud Banten). Bahkan tidak punya kolom tanda tangan sama sekali.
Kedua, Juknis itu memuat zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Provinsi Banten. Tapi tidak jelas didasarkan pada ketetapan Gubernur yang mana?