Mohon tunggu...
Ucu Nur Arief Jauhar
Ucu Nur Arief Jauhar Mohon Tunggu... Aktor - Pengangguran Profesional

Tak seorang pun tahu kegelisahanku, kerna tak seorang pun dapat melihat apa yang aku lihat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

#2019GantiGubernur, WH Peduli Pendidikan Hanya Pencitraan

11 September 2018   23:43 Diperbarui: 12 September 2018   00:05 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Juru Bicara #2019GantiGubernur Iwan Hermawan alias Adung Lee mengatakan, PPDB Online Banten 2018 adalah contoh kepedulian WH terhadap dunia pendidikan hanyalah sebuah pencitraan. Di bawah perintahnya langsung, PPDB Online bukannya semakin baik, malah semakin kacau.

Selain PPDB Online, Pendidikan Gratis (lebih lengkapnya di sini), infrastruktur pendidikan dan peningkatan Mutu Pendidikan juga hanya pencitraan saja. Apa yang dipublikasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dengan fakta yang terjadi sungguh jauh berbeda.

"PPDB Online Banten 2018 kemarin itu sudah menyulitkan orang tua/ wali murid calon siswa SMA/SMK Negeri. Di hari pertama, ada 124.882 IP yang berbeda berusaha mengakses web PPDB Online tapi tidak bisa. Jika IP ini dianggap mewakili satu orang tua/wali murid, maka ratusan ribu orang tua kesulitan mendaftarkan anaknya di PPDB Online," kata Adung.

Selama lebih dari 24 jam, ratusan ribu orang tua murid cemas. Terlebih di daerah-daerah yang belum terjangkau internet. Mereka memilih "begadangan" (tidak tidur semalaman) di warnet-warnet terdekat. Seperti orang tua murid yang berasal dari daerah Cisungsang, Citorek memilih begadangan di Bayah dan Malingping yang jaraknya antara 50-100 km lebih.

"Lebih menyedihkan bagi kami adalah pernyataan Gubernur WH bahwa 350 pengaduan dari orang tua/ wali murid tidak valid. Mungkin karena dinyatakan tidak valid itu, hingga kini penyebab kekacauan PPDB itu, jangankan disanksi. Diberi teguran tertulis saja tidak," ujar Adung.

Tiadanya sanksi bagi penyebab kekacauan PPDB Online, dinilai Adung memberikan contoh yang tidak baik. Keberhati-hatian pada pelaksanaan PPDB Online tahun ajaran berikutnya, kemungkinan tidak akan diperhatikan. Tidak ada hukuman bagi yang melakukan kesalahan.

"Padahal jelas sekali, kekacauan PPDB Online itu disebabkan adanya ego antar OPD yang terlibat. Yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Komunikasi, informatika, Statistik dan Persandian, dan Inspektorat Banten. Gubernur WH harus berani memenuhi janjinya untuk memecat penyebab kekacauan PPDB Online," tuding Adung.

Tidak Punya Dasar Hukum

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) diatur Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain Yang Sederajat.

Pasal 30 ayat (1) mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk membuat Kebijakan Daerah sebagai tindak lanjut peraturan ini. Artinya, paling tidak Gubernur Banten membuat/menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur PPDB. Anehnya, Gubernur Wahidin Halim (WH) tidak menerbitkan Pergub yang dimaksud.

Tanpa Pergub PPDB, jelas bakal ada kekacauan PPDB. Karena penetapan radius zonasi terdekat ditetapkan Pemerintah Daerah (Pemprov Banten) berdasarkan Kebijakan Daerah (Pergub Banten), seperti diatur Pasal 16.

Sayangnya, pelanggaran tidak membuat Kebijakan Daerah ini tidak ada sanksinya. Sanksi hanya dibuat untuk pejabat Dinas Pendidikan (Dindikbud Banten), Kepala Sekolah, Guru, Tenaga Kependidikan, dan Komite Sekolah seperti diatur Pasal 26.

Dalam Pasal 26 ayat (2) disebutkan, "Pengenaan sanksi juga berlaku bagi Komite Sekolah atau pihak lain... ". Apakah pelanggaran Pasal 30 ayat (1) oleh Gubernur Banten termasuk dalam kelompok "pihak lain"-nya? Lalu siapa yang akan memberikan sanksi kepada Gubernur? Dan apa sanksinya?

Menyalah-gunakan Kewenangan

Di luar pasal yang mengatur radius zonasi, tanpa adanya pergub, maka PPDB di Provinsi Banten diatur langsung Permendikbud No 14 Tahun 2018. Pasal 4 ayat (2) menyebutkan, "Dalam pelaksanaan PPDB, Sekolah hanya dapat mengunakan salah satu jenis mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1)".

Pasal ini sangat jelas menyebutkan kewenangan memilih mekanisme PPDB itu berada di Sekolah, bukan di Dinas Pendidikan (Dindikbud Banten). Sehingga penerapan PPDB Online bagi SMA/SMK Negeri di Provinsi Banten tanpa adanya pergub, sudah melanggar Pasal 4 ayat (2) ini. Dindikbud Banten sudah menyalah-gunakan kewenangannya dengan mengambil alih kewenangan Sekolah.

Merujuk pada Pasal 26 ayat (1), seharusnya Gubernur Banten memberikan sanksi kepada Pejabat Dindikbud Banten berupa teguran tertulis dan/atau penundaan atau pengurangan hak dan/atau pembebasan tugas dan/atau pemberhentian sementara/tetap dari jabatan. Sudahkah Gubernur Banten memberikan sanksi?

Pedoman PPDB Yang Berubah-Ubah

Dalam melaksanakan PPDB Online Provinsi Banten tahun 2018 yang tanpa dasar hukum itu, Dindikbud Provinsi Banten telah mengeluarkan beberapa versi Pedoman PPDB. Uniknya, semua versi Pedoman PPDB dikeluarkan pada bulan yang sama, Juni 2018. Versi terakhir dibagikan via WA Grup Operator Sekolah, malam sebelum pembukaan aplikasi PPDB Online di web resmi Provinsi Banten.

Versi awal berformat PDF, tanpa tanggal dan bulan, hanya ada tahun 2018. Ada tanda tangan E. Kosasih Samanhudi, Kepala Dinas Dikbud Provinsi Banten. Sedangkan versi terakhir berformat word tertanggal 8 Juni 2018 tanpa ada tanda tangan. Tertera nama E. Kosasih Samanhudi.

Versi awal memuat Dasar Hukum 10) Peraturan Gubernur Nomor 21 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Sekolah Menengah Atas Negeri, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dan Sekolah Khusus Negeri Tahun Pelajaran 2018/2019. Padahal, menurut JDIH Banten, Pergub No 21 Tahun 2017 itu untuk PPDB Tahun Pelajaran 2018/2019.

Sedangkan pada versi akhir, mencantumkan Dasar Hukum 10) Peraturan Gubernur (tanpa nomor) Tahun 2018 tentang PPDB dan 12) SK Kadindikbud Provinsi Banten tanpa nomor dan tahun. Tentu saja hal ini menunjukan Pedoman tersebut belum sah dijadikan mekanisme.

Pada dasarnya, perbedaan versi Pedoman PPDB Provinsi Banten hanya di nilai-nilai, seperti Kuota Jalur umum di versi awal 75%. Di versi akhir menjadi 70%. Nilai zonasi satu kecamatan 25 poin menjadi 50 poin.

Perubahan pedoman yang cepat dan versi akhir diberikan pada malam terakhir, membuat pihak sekolah menjadi kebingungan. Akhirnya tidak dapat menjelaskan kepada masyarakat dengan terang dan gamplang.

Pelanggaran Permendikbud di Pedoman PPDB

Pasal 3 ayat (1) menyebutkan, "Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melaksanakan PPDB dimulai pada mulai Mei setiap tahun". Ayat (2)-nya menyebutkan, "Proses pelaksanaan PPDB sebagaimana dimaksud ayat (1) dimulai dari tahap pengumuman secara terbuka penerimaan calon Peserta Didik Baru pada Sekolah yang bersangkutan...".

Sedangkan ayat (3) Pasal itu menyebutkan, Pengumuman secara terbuka PPDB paling sedikit memuat Persyaratan, Proses Seleksi, Daya Tampung, dan Pungutan untuk daerah non Wajib Belajar 12 tahun.

Jadwal Kegiatan PPDB 2018/2019 di Pedoman PPDB tidak ada yang kegiatan yang berisikan Pengumuman Terbuka. Bulan April-Mei 2018 diisi kegiatan Sosialisasi dan Workshop Operator PPDB SMA/SMK. Dan langsung ke kegiatan Pendaftaran dan Verifikasi berkas PPDB SMA/SMK di tanggal 21-27 Juni 2018.

Menyalahkan pihak Sekolah juga tidak mungkin. Karena kegiatan PPDB di Banten secara lisan sudah diumumkan diambil-alih Pemprov Banten via Dindikbud Banten tanpa adanya pergub. Tapi pelanggaran terhadap Pasal 3 ayat (1) sudah jelas.

Pembatasan usia maksimal yang diatur Pasal 8 ayat (1) huruf a. Berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun; dimentahkan oleh Pedoman PPDB F. Persyaratan Calon Peserta Didik Baru 1. Persyaratan Umum b. Calon Peserta Didik merupakan lulusan SMP/MTs/sederajat tahun berjalan dan lulusan satu tahun sebelumnya, termasuk lulusan program Paket B tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Aturan ini jelas telah merampas hak masyarakat yang sudah lulus SMP 5 tahun sebelumnya dan belum mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke tingkat SMA/SMK. Jika seseorang masuk SD pada umur 7 tahun dan 9 tahun kemudian lulus SMP, maka baru berusia 16 tahun. Karena sudah hal tidak dapat meneruskan ke tingkat SMA/SMK selama 3 tahun. 

Lalu pada tahun ini, ketika usianya baru menginjak 19 tahun berkesempatan untuk melanjutkan ke tingkat SMA/SMK, haknya menjadi terampas karena aturan di Pedoman PPDB Provinsi Banten. Hal ini juga jelas telah melanggar Pasal 8 Permendikbud No 14 Tahun 2018.

Pedoman PPDB Banten 2018 menetapkan Radius Zona Terdekat adalah Kecamatan berdasarkan usulan Cabang Dinas Dikbud Kabupaten/Kota; G. Prosedur Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru angka 3 dan angka 4. Terdekat pun hanya diberi nilai poin 25. Faktanya, dalam pelaksanaan hanya diberi poin 2,5 saja.

Hal ini jelas melanggar Pasal 16 ayat (4) Permendikbud No 14 Tahun 2018 yang menyebutkan, "Dalam menetapkan Radius Zona sebagaimana dimaksud ayat (3), Pemerintah Daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala sekolah".

Jadi seharusnya, penetapan Radius Zona Terdekat melibatkan MKKS. Bukan usulan dari Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota. Dengan nilai zonasi yang kecil, hanya 2,5 poin dalam pelaksanaannya, maka besar kemungkinan kuota 90% peserta didik dari domisili terdekat tidak terpenuhi (Pasal 16 ayat (1)).

Lucu-Lucuan Dalam Menghitung Kuota Siswa Baru

Pasal 16 Permendikbud No 14 Tahun 2018 membagi kuota siswa baru sebagai berikut:

  • 90% siswa baru dari Radius Zona Terdekat (ayat (1));
  • 5% siswa baru dari luar Radius Zona Terdekat lewat Jalur Prestasi (ayat (6) huruf a); dan
  • 5% siswa baru dengan alasan khusus seperti kepindahan orangtua atau bencana alam/sosial (ayat (6) huruf b).

Sekilas Pedoman PPDB Online Banten 2018 mengikuti aturan itu. Termuat dalam huruf G. angka 1: "Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada Radius Zonasi Terdekat dari Sekolah sebesar 90% dari total keseluruhan peserta didik yang di terima".

Namun, ketika dibaca lebih lanjut, angka 90% itu di"akali" lagi dengan pembagian 75% Jalur Umum (Huruf H. angka 2. huruf a) angka 1) dan angka 2)) dan 5% Jalur Prestasi (Huruf H. angka 2. huruf b) angka 1) dan angka2)). Total angka Radius Zona Terdekat menjadi 80% saja.

Sisanya 10%, dalam Pedoman PPDB itu dibagi menjadi 8% Jalur Prestasi di luar Zonasi (lebih jauh dari Radius Zona Terdekat) dalam Provinsi Banten dan 2% Jalur Prestasi dari luar Provinsi Banten.

Maka dapat dipastikan, hanya 80% siswa baru berasal dari Radius Zona Terdekat. Sedangkan 10%-nya berasal dari luar Radius Zona Terdekat. Jelas ini melanggar Pasal 16 ayat (1).

Sedangkan amanah Pasal 16 ayat (6) huruf a dan b dirubah dalam Pedoman PPDB menjadi 4% Jalur Umum di luar Radius Zona Terdekat tapi dalam 1 zonasi, 4% Jalur Prestasi di luar Radius Zona Terdekat tapi dalam 1 zonasi dan 2% dari luar Provinsi Banten. Teramat terang sekali, pengaturan kuota siswa baru di PPDB Online Banten 2018 melanggar Permendikbud No 14 Tahun 2018.

Lucunya, dalam Pedoman PPDB Online Banten 2018, ada kuota Afirmasi 10% yang tidak dijelaskan besarannya dari mana? Karena hitungan kuota sebelumnya sudah menjadi 100%. Apakah daya tampung SMA/SMK Negeri di Banten sudah dirubah menjadi 110%?

Tidak ada syarat khusus untuk jalur Afirmsi ini, kecuali syarat sebagai anak Guru, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga Kependidikan, Siswa Kerjasama (MoU), Siswa Berkebutuhan Khusus, dan/atau Siswa Tidak Naik Kelas.

Siswa Miskin Yang Terlupakan

Permendikbud No 14 Tahun 2018 sudah demikian nyatanya mengamanatkan Siswa Baru minimal 20%-nya berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang domisilinya satu wilayah daerah provinsi; Pasal 19.

Anehnya, Pedoman PPDB Online Banten 2018 tidak menyebut-nyebut adanya kuota siswa miskin. Hanya menyebutkan nilai SKTM sebagai bukti siswa miskin diberi nilai poin 50. Parahnya, pada pelaksanaan hanya diberi nilai 5 poin saja.

Hal ini bukan saja telah melanggar Permendikbud, tapi sudah mencabut hak orang miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Keadilan pendidikan bagi orang miskin sudah dicabut Pemprov Banten.  (g)

 #Togogisme

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun