Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beth dan Sebuah Cermin

22 April 2021   03:20 Diperbarui: 22 April 2021   03:30 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sshhhh...

Sebatang lagi, kulihat merapat erat di bibir tipismu. Lalu berganti dengan gumpalan awan putih yang menyeruak memenuhi meja dan kursi. Sungguh, bila ada seorang yang membawa vape, dia pasti akan malu. Sebab alat elektroniknya kalah telak dalam hal membuat asap tebal!

Hi h h h...

Sebenarnya hendak kulepaskan tawa ini, namun seperti tercekat rasanya, tidak hendak keluar dengan begitu saja. Beth, aku masih saja terpana melihatmu! Lihat kepulan asap, dentingan zippo, lagi, lagi, dan berulang lagi sampai berapa banyak, aku tak mungkin bisa menghitungnya. Kenapa Beth? Kenapa?

Di kejauhan kerlap-kerlip lampu nelayan melayang-layang diatas ombak, layaknya kunang-kunang menari di atas rerumputan hijau. Dibawah terpaan angit laut yang keras mereka sepakat membuat garis-garis zig-zag indah di dalam rana, aku terhenyak.

Sshhhh...

Beth, tak sadar aku lafalkan suara itu, seperti saat melihatmu asyik dengan duniamu! Apakah ini? Mengapa? Bagaimana mungkin kabut tiba-tiba hadir dan berkomplot menyajikan bayangan awan tebal bak asap kretek lintingan tangan? Ada apa? Haruskah aku datang ke dalam sana, maksudku keluar sana, dimana ada seonggok kayu tebal sebagai kursi, sebilah kayu jadi meja, dan sekotak kertas-bungkus kretek di atasnya.

Sebatang lagi, dua batang lagi, tiga batang lagi, sampai angin-angin malam lelah berlari dan hinggap di pangkuan menjadi seonggok perut gendut! Masuk angin Beth!  Kau hanya tertawa kecil sambil memainkan zippo seperti biasanya. Dan seperti biasanya juga, kepulan asap kembali memenuhi meja, kursi, dan beberapa kaki di depanmu, aku kehilangan visi, pandangan atas tubuhmu! Atau sengaja kau buat itu?

Sudah pukul dua lebih limapuluhlima, layaknya kunang-kunang menari di atas rerumputan hijau, garis-garis zig-zag indah tercekat di dalam rana, ragam bentuk indah tercetak tanpa disengaja, aku terhenyak, terjatuh.

Prangg!

***

Pukul tiga dini hari, dari balik jendela Beth berhenti menatap cermin. Dipukulnya keras-keras hingga pecah. Ssshhh, kembali dihembuskannya keras-keras asap kretek kepada sang cermin sambil berucap,

"Lalu apa? Apakah akan kau tertawakan diriku yang sibuk melihat tubuhku dan mengomentarinya?"

hatiku biru kala mengeja tatanan cakrawala luas nan sendu

layaknya biduk-biduk yang berburu buih menuju pantai, segenap raga bergetar takut

Bilakah esok raga mampu tebar kalimat-kalimat rindu seperti saat-saat itu.


Tepi pantai, 22 April 2021

djs, nobody

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun