“Tidak! Tidak! Bebaskan aku!”mulutku tak terkontrol memuntahkan kalimat-kalimatnya
“Tenang, tenang, tenang ya..”
“Tolong aku! Bebaskan aku darisini, di mana kau empunya suara? Aku tak bisa melihatmu, aaaaaaaaaaaaahhh!”
“Aduh, kau masih... ah sebentarya, baiknya kau kuberi suntikan penenang lagi”
“Hah? Apa? Obat? Aku dimana?” teriakku
“RSJ eh surga mas, tenang ya,” katanya sambil menyuntikkan sesuatu pada tubuhku
“Jangan! Jangan! Aku tidak sakit, aku tidak gila! Aku tidak gila! Mereka yang mengirimku kemarilah yang gila!” mulutku meracau lagi, dengan kalimat yang aku sendiri tidak tahu mengapa bisa,
“Aku siapa? Aku dimana?”
***
Aku siapa, aku dimana? Sungguh layakkah aku tinggal dan damai disini selamanya? Sebab kudengar sebait deru yang makin menggerutu mencabik-cabik papan caturku, seperti alunan senandung nina bobo yang dipaksakan masuk telinga kiriku. Siapa aku, dimanakah aku... Bait-bait yang kurindu sejak pertengahan musim lalu menyeruak masuk kedalam jiwa lalu merajainya. Apakah kau suka? Siapakah kau hingga merekayasa hidupku hingga layak tinggal di surga....
Jogja, 6 Agustus 2016