Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Jangan Siksa Aku!

23 Mei 2016   15:39 Diperbarui: 24 Mei 2016   15:01 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul: [cerpen] Jangan siksa aku!

"Ahh!”

“Suster-suster, tolong!”

Srek srek srek.... 

Sekilat cepat, selambat kereta, keriuhanpun melanda. Beberapa tenaga medis yang berwajah tegang kini memegang peralatan canggih yang tak pernah kulihat sebelumnya. Lalu disusul dengan suara-suara kecil yang sangat menyayat hati, menambah panik wajah-wajah pucat pasi, laiknya taplak meja berwarna putih yang dicuci dengan pemutih.

“Ha ha ha ha,” aku tertawa-tawa melihat tingkah polah dan raut muka mereka, juga ketegangan yang melanda setiap degup jantung orang yang menyertainya. Seperti arena pertandingan bola saja suasana kamar sempit kali ini, gumamku. Aku makin terbahak-bahak, geli tak terkira,

“Ha ha ha ha”

“Ha ha ha ha”

“Ha ha ha ha....”

Hingga sebuah tarikan kuat menarikku kembali ke dunia mereka,

“Aduh, jangan, jangan!”

Aku meronta-ronta, berteriak keras bagai kemasukan setan. Rasa sakit yang datang dan pergi silih berganti seperti tusukan besi panas yang mengusir keteduhan rasa yang tiada tara. Tolong jangan, jangan, kuteriakkan ke dalam telinga mereka yang sedang berdiri rapat di tembok kamar sambil menahan isak, tetapi... sepertinya mereka tuli...

“Aduh, jangan, jangan!”

“Aku tak ingin kembali,  aku tak ingin kembali! Jangan, jangan!” bisikku pada paramedis yang pucatpasi raut mukanya. Namun sia-sia saja, tarikkan itu makin kuat, membawaku masuk ke dalam lorong gelap penuh rasa sakit yang menjepit,aku tak kuat, lalu semua menjadi gelap...

“Suster, suster, bagaimana, bagaimana keadaannya?” 

Suara apa itu? Aku tersadar, namun masih melihat kelam saja di kejauhan pandang. Tidak seperti beberapa saat yang lalu, ketika mereka tak bisa mendengarku, semua terasa sejuk dan sangat damai. 

“Suster, suster, bagaimana?”

Sungguh aku benci suara itu, aku meronta-ronta, mencari pintu keluar, merobek kekelaman, hingga jatuh terduduk dalam diam saat sebuah kedamaian mengulurkan tangan sambil berkata,

“Sungguhkah kau tak ingin kembali?”

Dan aku hanya sanggup menggangguk, tak mampu berdiri apalagi duduk, sampai kedamaian itu memanggulku dan berkata,

“Baiklah, mari datang kepadaKu...”

Tiiitt... 

“Ahh!”

“Suster-suster, tolong!”

.

.

Sulur-sulur di tanganku, menarilah dengan riang-ria,

Ajak serta sang pencerah raga, 

ia yang berdiam di dalam tabung bersemu putih susu, yang tinggal di pucuk sang besi jenjang di samping ranjangku

Lihatlah,

aku telah bosan dan hendak meninggalkan si raga nestapa di ranjang besi penuh duka.

.

.
lebih indah sambil mendengarkan lagu dari video ini:  https://youtu.be/92RlPCvgjvg?list=RDNDA3mF1NGOM

.

.

At the grave, 23 Mei 2016

#djengsri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun