.
“Mana pintu yang akan kau pilih, Nek?”
“Ha?” tersentak aku mendapati diri telah masuk kembali ke alam mimpi. Teriakan-teriakan nyaring memaksa masuk ke dalam gendang telinga. Bahkan ketika kusumpal telingaku dengan kedua tangan, ribuan tanya masuk melalui rongga-rongga jiwa yang bolong compang-camping!
“Bagaimana bila ada lagi yang mati, Nek?”
“Bagaimana?”
“Brak.”
Aku kecewa! Aku berlari menembus pintu, pintu pertama kubuka dan kumasuki, kudapati ada lagi yang mati! Kakiku takut, jemariku surut, aku keluar kembali. Pintu kedua kubuka perlahan, bau kematian bercampur bau tambang tembaga! Jiwaku susut, kembali beringsut. Pintu yang ketiga kubuka dengan tiba-tiba, keheningan yang luar biasa menyambut penguburan orang utan tanpa kepala!
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhh...”
Kuatnya jeritanku memuntahkan jiwaku, keluar dari rongga mulut, ragaku jatuh, dan jiwaku berlari menembuh ribuan pintu yang belum sempat kujamah, namun tetap saja tanya itu datang memelukku dengan erat.
“Hari ini ada lagi yang mati, Nek!”
“...ini ada lagi yang mati, Nek!”