mohon sudilah mengampuni....
Sore yang redup, mendung terlihat menggantung di ujung-ujung langit. Beberapa burung terbang mengelilingi sebuah pekarangan. Sedang beberapa ratus orang sedang sibuk berkerumun (ada yang berdiri ada yang duduk), angin datang menghanyutkan lelaguan indah pujian kepada sang Esa.
Di pojok sebuah rumah tampak beberapa lelaki menghembuskan asap rokok mereka. Seakan sebuah pelepasan dari rasa resah dan gelisah, gembira atau dilema yang resah. Kulangkahkan kaki yang mulai lemah 'tuk hampiri mereka, lalu berhenti dan menyatukan diri.
“Sugeng pakdhe,” sapaku [ *sugeng, ungkapan dalam bahasa Jawa Tengah = panjang umur ]
“Iyo le, ayo sini, jangan berdiri di tempat yang panas, sini berteduh disini. Dah dapat permen belum?” jawab pakdhe Bina
“Makasih pakdhe,” ucapku kemudian sambil mengulurkan tangan menerima sebuah permen
Seorang pejabat desa mulai melagukan cerita, kisah tentang seorang yang sangat berarti di desa ini. Betapa jasa dan kebaikannya diuraikan satu persatu sehingga menambah pilu anggota keluarga dan sanak saudara. Sementara itu di kejauhan aku lihat mendung mulai bergerak agak menjauh, setitik terang datang menembus awan dan menyorot kami.
“Kamu ndak ikut brobosan le?” tanya pakdhe tiba-tiba [ *bobosan, adat di Jawa Tengah = berjalan menerobos di bawah peti jenasah, peti diusung oleh 4 orang dan dipanggul tinggi-tinggi ]
“Ah pakdhe ki, saya khan bukan sanak family..,” balasku sambil menyikutnya pelan
Dasar! Pakdhe yang satu ini memang suka meledek aku. Mentang-mentang dulu aku pernah dijodohkan sama anaknya orang itu, hadeh...
“He.. he.. he..,” tekekeh pelan pakdhe menerima sikutan ku