[caption caption="copyright by bowo bagus"][/caption]
Judul: bolehkah aku mengantarmu dik?
“Dik...”
“Hem?”
“Ada apa ya?”
“Maaf, jangan mengikuti saya terus, saya mau pulang,”
“Iya saya tahu Anda mau pulang...” Lelaki berambut panjang dan brewok itu berhenti sebentar, lalu dengan hati-hati mendekati Lina dan membisikkan sebuah kalimat pendek, “Aku akan mengantarmu, jangan takut...”
Sedikit kesal dan takut, bergegas Lina melambaikan tangan pada sebuah taxi dan segera berlalu, aman, gumamnya. Waktu itu pukul tujuh malam lewat tujuh menit, jalanan agak sepi dan hanya ada beberapa tetangga yang seperti biasa, baru pulang dari kantor.
“Hai Lin, baru pulang?” sapa nyonya Fafa tetangga baiknya. Lina hanya tersenyum manis dan melambaikan tangan, lalu masuk ke dalam rumah.
“Ibu, ibu.. aku punya mainan baru ni”
“Iya sayang, mana?”
hemm
“Jadi begitu ceritanya Lina mak?”
“Iya,” jawabku dengan berat sambil mengambil secangkir kopi untuk Jeni, saudara kembar Lina. Sungguh dapat kurasakan dukanya yang abadi, setelah ditinggal saudara kembarnya, mungkin ini adalah minggu kedua, hari-hari terberat bagi dia, terutama setelah aku ceritakan padanya tentang kisah Lina yang curhat padaku beberapa saat yang lalu sebelum meninggal, bagaimana seorang lelaki dengan rambut gondrong dan brewokan selalu saja muncul dan mengatakan kalimat yang sama,
“Aku akan mengantarmu, jangan takut...”
Jogja, 15 Januari 2016
cerpen = cerita pendek
djeng sri saja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H