Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bolehkah Aku Menembaknya Bu?

4 Desember 2015   12:50 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:20 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="copyright by bowobagus'p"]

[/caption]Judul: Bolehkah aku menembaknya bu? 

Waktu hujan turun... rintik perlahan... awanpun menepi, alam mencekam..... Kutimang si buyung, belaian sayang...” * 

Bu, bolehkah aku membunuhnya?

Hemmh, M menarik nafas dalam-dalam. Sungguh di luar dugaan isinya, sebuah buku kumal yang sejak lama ingin ia baca. Di penghujung kafe kecil masih mengalun pelan, lagu Belaian sayang yang dinyanyikan ulang oleh tante Uthe.

Ya, hujan memang turun sejak pertama aku membuka lembar demi lembar buku ini,”

Apakah itu tandanya?”

Mungkin...”

Dua diri satu raga saling berbicara dengan sungkan dan resah, seperti lolongan orang gila. M menarik diri, menghempaskan tubuhnya ke kursi malas lalu mencecap sedikit kopi pahit Robusta Java, ah dunia....

Bu, bolehkah aku menembaknya?

Duh, kalimat itu lagi, M bergumam sedih. Di hadapannya nampak rongsokkan kendaraan yang berhasil merenggut jiwa dua insan dunia, dua bola matanya berair. Terbentang bayang-indah senyum mereka saat menawarkan racikan sederhana pengisi kosong perut semata. Aku, aku, aku tak bermaksud untuk tidak turun mengambil pengalih kejadian untuk mereka duhai sang Kuasa, imbuhnya sedih.

.

Waktu hujan turun... rintik perlahan... awanpun menepi, alam mencekam..... Kutimang si buyung, belaian sayang...” *

.

Di luar rintik hujan masih turun dengan lembut, seakan ingin mengambil bagian dalam kabut yang helakan sedih dalam diri M yang tak mampu mencegah mereka merenggut.

Inilah dunia,” damai dan lembut suara masuk ke telinga kirinya

Tapi, tapi...”

.

Engkau tak bisa menghentikan mereka”

M makin larut dalam kisah yang dibacanya, secangkir kopi habis jadi pelampiasannya. Saat seorang pramusaji menyapa dan menghampirinya untuk menambah lagi kopinya, ia tersentak,

Bu, bolehkah aku menabraknya?”

Apa?”

Bu, bolehkah saya menambah kopi Anda?”

Ohh...”

.

Waktu hujan turun... rintik perlahan... awanpun menepi, alam mencekam..... Kutimang si buyung, belaian sayang...” *

.

 

+

M= Malaekat

* = https://www.youtube.com/watch?v=Q8YKEw6utN0

.

Jawa Timur- Jogja, 4 Desember 2015

djeng sri

fiksi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun