Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Meja Itu Aku Dinistakan

27 November 2015   17:21 Diperbarui: 27 November 2015   18:04 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="copyright by bowobagus'p"][/caption]

 

Judul: Di meja itu aku dinistakan

 

.

Kepada siapa aku menaruh diri

disitulah mereka mulai mengerti

inilah hari sabtu,

saat yang tepat untuk melempar batu

.

 

Jancuk!”

Iblis!”

Mati kau!”

Brak!

 

Inilah ujung kafe yang tak lagi layak dianggap tempat bersandar, dimana aku mulai menangkap iblis lembut yang sering dianggap lelembut, lalu menebarkannya dalam sebuah pena yang berpendar. Dan seperti biasanya, jam dinding di atas kepala di pojok ruangan melenguh lemah sambil membisikkan gairah, sudah pukul sepuluh malam lebih setengah...

....”

Itu kan yang ingin kau dengar dari aku?”

Maksudku, ... kau baca dari prolog tulisanku?”

Sudahlah...

Aku tahu engkau akan memberi jawaban yang sama seperti hari-hari yang telah lama. Inilah meja belakang sobat, tempat pena kuraut hingga menyudutkan khianat. Apa yang ingin kau dapatkan dari beberapa baris kata yang memendar lemah di blog Kom***? Lebih tepatnya, tulisan kere macam djeng sri yang sudah lama tidak makan sate?

 

Jancuk!”

Iblis!”

Mati kau!”

 

Yah,

Itulah yang ada, yang menempel, yang tertinggal dari ambruknya pohon lama oleh penebang hebat bertitel: AHLI. Lalu apa? Kusebut dia sebagai bencana, dusta, atau ungkapan kasih nyata? Senyatanya aku telah mendapatkan luka yang lebar bak samudera Hindia Belanda....

 

hemhh..

 

Kepada siapa aku menaruh diri?

disitulah mereka mulai mengerti

inilah aku,

bukan aroma gila yang 'buat nyaman dunia

 

Inilah ujung kafe yang kuanggap layak untuk bersandar, dimana aku mulai menangkap malaikat baru yang sering disebut berburu, lalu menebarkannya bagai benih kepada ladang-ladang kering dunia maya.

 

Hemhh..

Sudahlah...

Aku tahu engkau tahu, di atas dinding jam dinding sudah mengerling..... (Jangan kau pikir aku akan bilang, sudah pukul duabelas lebih seujung gunting). Sudah waktunya aku menggerutu pada pena yang mulai baru yang mulai buntu. Di depan ada secangkir kopi, hitam tanpa gula, seperti sering ia suratkan pada banyak syair dan tulisannya. Begitu juga aku, baiklah bila kureguk secangkir kopi hitam itu agar engkau tahu siapa aku....

 

 

Mrican, Jogja, 27 Nopember 2015

hbd, sshh sudah lewat jauh!

djeng sri

fiksi

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun