“Jancuk!”
“Iblis!”
“Mati kau!”
Brak!
Inilah ujung kafe yang tak lagi layak dianggap tempat bersandar, dimana aku mulai menangkap iblis lembut yang sering dianggap lelembut, lalu menebarkannya dalam sebuah pena yang berpendar. Dan seperti biasanya, jam dinding di atas kepala di pojok ruangan melenguh lemah sambil membisikkan gairah, sudah pukul sepuluh malam lebih setengah...
“....”
“Itu kan yang ingin kau dengar dari aku?”
“Maksudku, ... kau baca dari prolog tulisanku?”
Sudahlah...
Aku tahu engkau akan memberi jawaban yang sama seperti hari-hari yang telah lama. Inilah meja belakang sobat, tempat pena kuraut hingga menyudutkan khianat. Apa yang ingin kau dapatkan dari beberapa baris kata yang memendar lemah di blog Kom***? Lebih tepatnya, tulisan kere macam djeng sri yang sudah lama tidak makan sate?