“Sudah nak?”
Aku hanya mengangguk perlahan seperti halnya anak-anak lain yang masih lugu. Selembar handuk besar pemberian om Pater jadi bulan-bulanan wajah dan tanganku sebelum kuserahkan kembali kepada ibu dengan sedikit tatapan bertanya, apakah maksud dari membasuh muka, kedua telinga, dan juga kaki.
“Tidak apa-apa nak, ayuk ikut ibu?”
Aku sedikit tersenyum ketika tahu tujuan ibu mengajakku adalah kapel kecil di ujung jalan. Bangunan yang reot tanpa kejelasan kapan akan diperbaiki, sebab sebentar lagi musim hujan akan segera tiba.
“Mengapa bu?”
“Tidak apa-apa nak, ayuk pejamkan matamu dan berbicaralah kepada Ia yang memberimu tanya dalam mimpimu”
“Maksud ibu, aku disuruh berdoa?”
Ia hanya menggangguk kecil sambil mengambil posisi disampingku, berlutut, memejamkan mata dan mulai asyik dengan ritual doanya. Dan aku pun mengikutinya melakukan prosesi yang sama, lalu terhanyut dalam bincang-bincang dalam diam, seriuh dengung lebah yang sedang terbang menuju sarangnya sambil berdengung.
***
“Siapa jodohku bu?”