Aku menali gorden lusuh, sinar matahari siang yang menyeruak masuk menampar pipi keras-keras, “Ahh,” keluhku diantara sekaan peluh di dahi yang jumlahnya tak terkira, kini pukul dua siang telah lebih satu menit.
“Aku rindu perbincangan-perbincangan itu, sungguh,’ gumamku pada buku
“Siapa?” tanya dia
“Mereka, kakek dan cucu kecilnya yang manis”
“Ah mereka?”
“Iya, kenapa?”
“Hemm… sudahlah teman,” timpalnya, menyudahi percakapan kami.
Di rak sebelah atas tergeletak buku-buku best seller dari sebuah penerbitan ternama di kota gudeg,
“Best Seller, katanya, cuma stikernya saja”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!