[caption caption="copyright by bowo bagus"][/caption]
Judul: Seulas Tali dari Bulan
“Te itu apa?”
Sebuah tanya mengawali perjumpaan kami waktu itu di bawah pohon kamboja, dalam teduhnya sinar rembulan pertengahan bulan. Sorot matanya tak henti meminta jawab pada tanya yang ia berikan. Dan aku tak tahu harus menjawab apa, duh!
“Te itu apa?”
Kubelai rambutnya yang hitamdan panjang sambil mencoba mengalihkan pembicaraan kami. Segerombolan domba yang terbang di awan, naga yang menari di ufuk selatan, hingga bundarnya rembulan coba kuberikan sebagai ganti atas pertanyaannya yang tak bisa kujawab. Namun ia hanya merengek manja, memberikan kepalanya yang lucu dan manis pada dadaku sambil terus menarik-narik pipiku agar melihat benda yang ingin sekali ia ketahui namanya.
“Te itu apa?”
“Hemh..”
“Bukan apa-apa sayang. Mau dipijit kakinya sama tante?” Ia menggeleng cepat-cepat. Bulir-bulir air matanya mendadak merembes cepat sebelum suara sesenggukkan meluncur keluar dari bibir mungilnya, gadis kecil bermata malaekat…
“Te itu apa?”
“Ah Tuhan, sungguhkah harus kujawab?” tanyaku dalam hati. Kulihat ia yang semakin menjadi-jadi tangisnya, terlihat memerah pipinya, berkilat-kilat matanya, aku tak tahan, lalu coba tenangkan dia dalam sebuah pelukan hangat. kataku,
“Itu sebuah tali besar sayang…”
“Iya, tapi buat apa?”
“Hemmh…”
“Tali besar itulah yang mempertemukan kita disini sayang,” jawabku dengan gemetar. Dan saat ia melihat ke dalam mataku, terbukalah rahasia besar kepergianku lewat sebuah gantungan tali besar dan sunyinya malam.
“Te..”
“Kau lucu hi hi hi, yuk main!”
di taman kesunyian ini kan kutunggu
langkah-langkah riang dan puja puji rindumu
bila rumput meninggi tak menentu
sudilah siangi mereka untukku
.
Jogja 24 Agustus 2015
Djeng sri saja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H