"GEMPAAA!!!!" Orang tua Seli yang menyadari getaran tersebut langsung meneriaki kami.
Aku kira hanya aku yang merasakan getaran itu ternyata orang tua Seli juga. kami berempat pun bergegas lari menuju bawah kelapa dan membereskan semua yang kami bawa tadi.
"LARIII!!! JANGAN BAWA APA-APA!! AIR SUDAH MULAI NAIKK, TSUNAMIIII!!!
Papa Seli meneriaki kami.
Aku menoleh kearah pantai dan ternyata benar, air mulai naik menjulang tinggi, lebih tinggi dari badanku.
"LARI ANAK-ANAK!! LARIII KE TEMPAT YANG LEBIH LAPANG!!!"
Tapi terlambat, kami pun terhantam oleh deburan ombak tsunami yang sangat besar itu. kami terpencar dan aku langsung tidak sadarkan diri. Aku tidak tahu posisi yang lain di mana.
Beberapa jam kemudian, setelah air tsunami sudah mulai agak surut, mataku terbuka. Aku melihat badanku terluka akibat dentuman air tsunami tadi dan aku dievakuasi oleh Tim Sar yang sedang menjalankan tugasnya.
"Dimana teman-temanku?" Aku bertanya kepada salah satu tim sar yang menolongku dengan suara yang masih lemah.
Namun Tim Sar tersebut tidak menjawab pertanyaanku.
***
Sesaat setelahnya, aku berada di rumah sakit, tepatnya Rumah Sakit Kota Mataram. Di sana banyak sekali suara orang menangis, menjerit kesakitan dan lain-lain.