"Saya salah apa Pak?" Tanya sopir mobil sipil.
"Apa kamu tidak lihat saya sudah dekat mau ke luar perumahan TNI. Mengapa kamu tancap gas?"
"Maaf Pak. Saya tidak bermaksud mendahului Bapak, karena saya berada di jalan yang lurus berhak jalan terus. Apalagi Bapak saya lihat masih jauh..."
"Ah, alasan kamu. Mau menyenggol mobil atau orangnya?" Suara sopir jip TNI meninggi. Sopir mobil sipil ketakutan dan berulang-ulang minta maaf. Seorang penumpang mobil sipil itu, datang menengahi.
"Maaf Pak. Saya bekerja di Kantor Pusroh Islam Angkatan Darat. Saya tidak lihat begaimana persisnya mobil yang saya tumpangi ini melintas di depan perumahan TNI, tadi. Maafkanlah jika sopir mobil ini salah..." Kemarahan sopir jip TNI mereda dan melanjutkan perjalanan. Mungkin ia merasa segan karena ada penumpang yang berkerja di kantor TNI, yaitu Pusroh Islam Angkatan Darat
Bukan rahasia lagi, banyak anggota TNI yang tidak bayar naik bus dan kereta api di DKI Jakarta dan sekitarnya. Kondektur tidak mau menagih karena takur dimarahi. Itu terjadi sampai akhir tahun 90an.
Tingkah laku kalangan TNI yang merasa dirinya lebih tinggi dari rakyat banyak terjadi di seluruh Indonesia. Perlu ada penelitian, apa sikap seperti itu masih ada diabad ke 21 ini. Kalau masih ada tentu akan merusakkan nama baik TNI sebagai pembela rakyat.
Prestasi TNI
Prestasi TNI sangat mengagumkan diawal kemerdekaan RI dan membanggakan dalam keadaannya sekarang. Bayangkan dengan alutsista terbatas dan gaji seadanya, TNI berhasil mengusir penjajah Belanda yang ingin berkuasa lagi di Indonesia.Â
Sejak kemerdekaan sampai tahun 60an banyak terjadi gangguan keamanan bersenjata di berbagai wilayah Indonesia. DI/TII di Jabar, Ibnu Hajar di Kalimantan, Daud Berueh dan GAM di Aceh, PRRI di Sumatera Tengah dan Permesta di Sulawesi Utara dan RMS di Maluku.Â
Kesemuanya dapat dibasmi oleh TNI secara militer. Pada waktu itu belum ada reformasi bidang kepangkatan TNI. Pangdam yang waktu itu disebut Panglima Teritorium, dijabat seorang TNI berpangkat Letnan Kolonel.Â