Mohon tunggu...
Jalu Wintang
Jalu Wintang Mohon Tunggu... Lainnya - A man who always thirst for knowledge

Tuliskan setiap jejak langkah dalam hidupmu atau kau akan hilang dalam pusaran zaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menghapus Sekat Jurusan di SMA Sama Saja Mengurangi Nalar Kritis Peserta Didik, Benarkah?

20 Januari 2022   22:22 Diperbarui: 22 Januari 2022   12:04 7049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darmaningtyas | Sumber: tribunnews.com

Sebagai mantan anak IPA, saya merasakan betul bahwa hampir semua mata pelajaran berbau IPA, seperti biologi, fisika, kimia, dan sejenisnya menuntut kita untuk selalu berpikir secara saintifik, kemampuan berpikir yang mendorong untuk mendayagunakan nalar dan rasa pengetahuan kita. 

Kami diajarkan bagaimana ketika menemukan sebuah masalah, yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasinya memahaminya, mempertanyakannya, lalu menganalisanya. Kemampuan berpikir semacam inilah yang akhirnya selalu diasosiasikan dengan anak-anak jurusan IPA. 

Sayanganya, walaupun berganti kurikulum pun, metode berpikir kita seolah-olah "njomplang". 

Tatkala anak IPA asyik mengotak-atik nalarnya, anak IPS dan jurusan lainnya justru harus merasakan cara berpikir yang hanya berkutat pada hafalan saja. Kalaupun ada soal yang sifatnya analisis, persentase nya jauh lebih kecil dari soal yang bersifat hafalan.

Dulu ketika SMA, saya merasakan mata pelajaran lintas minat IPS dengan mata pelajaran IPA dalam waktu bersamaan. 

Ketika saya belajar praktikum Kimia misalnya, saya diajarkan untuk mengidentifikasi permasalahan dan menganalisisnya berdasarkan rumus dan ilmu yang berkaitan. 

Walaupun ada juga materi yang harus dihafalkan, seperti materi pelajaran biologi atau menghafal tabel periodik, namun semua hafalan itu pada dasarnya bisa "dibongkar" dan dianalisis akarnya secara sistematis. Hal ini berbeda dengan mata pelajaran lintas minat IPS. Contohnya ketika dulu saya belajar ekonomi. 

Guru saya dulu lebih sering mengajarkan materi dengan metode hafalan. Harus hafal motif ekonomi lah, hafal prinsip ekonomi, belum rumus-rumusnya, teori-teorinya, dan masih banyak lagi. 

Di suatu waktu, ada teman saya yang diberi nilai jelek karena jawabannya tidak sama persis dengan teori yang di buku pelajaran. Nggak heran sih kalau peserta didik semakin getol untuk menyontek atau ngerpek buku saat ujian.

Di pelajaran sejarah misalnya, banyak sekali tahun atau peristiwa yang harus dihafalkan. Begitu juga dengan pelajaran IPS lainnya.

Berpikir kritis atau critical thinking adalah sebuah kemampuan berpikir. Sebuah skill. Bukan pelajaran yang hanya dibatasi di disiplin ilmu tertentu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun