Raka dan Sinta, dengan pakaian basah kuyup, berlari menjauh dari sungai. Setelah berhasil melarikan diri dari Istana Ibu Malam, mereka terus menyusuri jalanan Kota Asmara yang penuh dengan bangunan tua dan jalan setapak berbatu. Ketika mereka sampai di sebuah gang kecil yang tersembunyi di antara bangunan tinggi, Raka dan Sinta akhirnya bertemu dengan Bagas, Saskia, dan Johan.
"Raka, Sinta! Kalian selamat!" seru Bagas dengan lega saat melihat mereka. Namun, perhatian Sinta langsung tertuju pada Johan yang berdiri di sebelah Bagas. Dengan tubuh tinggi, kostum Cakil yang lengkap, dan gigi palsu besar yang mencuat dari mulutnya, Johan tampak seperti badut yang menyeramkan.
"Siapa dia?" tanya Sinta, sedikit terkejut dan bingung.
"Oh, ini Johan," jawab Bagas sambil menahan tawa. "Dia... yah, katakan saja, dia penari yang tak sengaja ikut terbawa ke Kota Asmara."
Johan mengedipkan mata kepada Sinta, memamerkan senyuman lebarnya. "Kau pasti Sinta, kan? Tak kusangka aku akan bertemu dengan seseorang yang seindah ini di tengah semua kekacauan," katanya sambil memandang Sinta dari atas ke bawah. Pakaian basah Sinta yang menempel di tubuhnya membuat Johan semakin penasaran.
Sinta, merasa risih dengan tatapan Johan, hanya mengangguk singkat. "Ya, aku Sinta. Tapi sekarang bukan saatnya untuk bercanda, Johan," ucapnya dengan nada tegas.
Saskia yang berdiri di sebelah Sinta, memperhatikan interaksi ini dengan tatapan cemburu yang samar. "Ayo, kita harus segera pergi dari sini sebelum pasukan Ibu Malam menemukan kita lagi," katanya, mencoba mengalihkan perhatian.
Ketika mereka melangkah lebih jauh ke dalam kota, suara musik dan tawa terdengar dari kejauhan. Mereka semua terhenti, mencari sumber suara tersebut. Di ujung jalan, mereka melihat sebuah rumah besar dengan banyak lampu berwarna-warni dan orang-orang berpakaian aneh berkumpul di halamannya. Rupanya, mereka tak sengaja menemukan pesta Halloween.
"Kita perlu mencari tempat untuk bersembunyi," kata Raka dengan tegas. "Mungkin di sana kita bisa berlindung sebentar."
Mereka semua setuju dan mulai berjalan menuju rumah besar tersebut. Saat mereka mendekat, beberapa tamu pesta melihat Johan dengan kostum Cakilnya dan tertawa terbahak-bahak. "Lihat! Dia datang dengan kostum yang sangat keren!" seru seorang tamu.
Johan tersenyum lebar, memperlihatkan gigi palsunya. "Aku memang selalu tampil total kalau soal kostum!" katanya sambil bergaya seperti Cakil di atas panggung. Tawa pun meledak dari tamu-tamu pesta.
Bagas menepuk bahu Johan. "Kau berhasil mengelabui mereka, Johan. Kita bisa berbaur di sini sementara waktu."
Mereka semua masuk ke dalam kerumunan pesta. Sinta dan Johan sedikit terpisah dari yang lain, mencoba mencari tempat yang aman. Johan, yang tak bisa menahan pesonanya, terus bercanda dengan tamu-tamu yang mengira dia adalah bagian dari hiburan pesta.
"Ini agak aneh, bukan?" tanya Sinta pada Johan sambil menatap sekeliling. "Kita baru saja dikejar oleh pasukan Ibu Malam, dan sekarang kita berada di pesta Halloween."
Johan mengangguk sambil meneguk minuman yang disodorkan kepadanya. "Aneh, memang. Tapi setidaknya kita bisa santai sejenak. Hei, kau tahu? Dengan pakaian basah seperti ini, kau bisa jadi pemenang kontes kostum terbaik malam ini!" candanya.
Sinta hanya tersenyum kecut. Namun, suasana mereka yang santai tak berlangsung lama. Dari arah lain, Bagas dan Saskia berlari ke arah mereka dengan wajah panik.
"Kita punya masalah!" seru Bagas. "Pasukan Ibu Malam sudah mendekat. Mereka mengejar kita!"
Tanpa pikir panjang, mereka semua mulai berlari. Raka memimpin di depan, diikuti oleh Sinta, Bagas, Johan, dan Saskia. Namun, mereka segera tersudut di sebuah gang buntu. Dari arah yang berlawanan, tiga belas prajurit Ibu Malam yang sebelumnya mengejar mereka sudah muncul, lengkap dengan seragam hitam pekat dan topeng menyeramkan.
"Jangan khawatir, aku akan menghadapinya!" teriak Raka sambil menghunus pedangnya.
Para prajurit bergerak cepat, menyerang dengan senjata tajam mereka. Tubuh mereka tinggi besar, dilapisi otot-otot kekar yang tampak mengintimidasi. Mereka mengenakan seragam yang ketat, terbuat dari bahan hitam yang berkilau di bawah cahaya bulan, menambah kesan mengerikan pada penampilan mereka.
Salah satu prajurit melompat ke arah Raka, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa. Raka berhasil menangkis serangan itu dengan pedangnya, lalu membalas dengan serangan balik yang menebas lengan prajurit tersebut. Teriakan kesakitan menggema di udara, tetapi Raka tidak berhenti. Dia terus menyerang, menyerang, dan menyerang, melawan setiap prajurit yang mencoba mendekatinya.
Di tengah pertempuran, Johan mencoba menarik perhatian prajurit dengan gerakan tariannya yang aneh, berharap bisa mengelabui mereka. "Hei, lihat ke sini! Aku Cakil yang paling menawan!" teriaknya sambil melompat-lompat. Dua prajurit Ibu Malam tampak bingung sejenak, tak tahu apakah Johan musuh atau sekadar badut.
Sementara itu, Bagas dan Saskia bertarung di sisi lain. Saskia yang terluka, berusaha tetap bertahan dengan serangan-serangan kecil, sementara Bagas menggunakan kekuatannya untuk menahan dua prajurit sekaligus. Namun, mereka mulai kewalahan dengan jumlah musuh yang terus mendesak.
Raka, meskipun tubuhnya dipenuhi luka, tak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Dia berhasil menjatuhkan tiga prajurit lagi dengan gerakan cepat dan mematikan, membuat sisa prajurit mulai ragu. "Siapa lagi yang berani mendekat?" tantang Raka dengan suara yang penuh amarah.
Melihat bahwa prajurit-prajurit mereka mulai runtuh, beberapa dari mereka mencoba menyerang Raka dari belakang. Namun, dengan kecepatan yang luar biasa, Raka berbalik dan memotong pedang mereka sebelum serangan itu mengenai tubuhnya. Dalam waktu singkat, Raka berhasil mengalahkan semua prajurit yang tersisa.
Sinta, yang selama ini berlindung di belakang, berlari menghampiri Raka begitu pertempuran selesai. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan cemas.
Raka mengangguk, walaupun wajahnya terlihat lelah. "Aku baik-baik saja. Tapi kita harus cepat pergi sebelum lebih banyak prajurit datang," jawabnya.
Mereka semua setuju dan segera meninggalkan tempat itu. Namun, dalam hati mereka tahu bahwa ini belum berakhir. Ibu Malam masih menunggu mereka di luar sana, dan mereka harus menemukan cara untuk mengalahkannya sebelum semua ini berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H