Johan tersenyum lebar, memperlihatkan gigi palsunya. "Aku memang selalu tampil total kalau soal kostum!" katanya sambil bergaya seperti Cakil di atas panggung. Tawa pun meledak dari tamu-tamu pesta.
Bagas menepuk bahu Johan. "Kau berhasil mengelabui mereka, Johan. Kita bisa berbaur di sini sementara waktu."
Mereka semua masuk ke dalam kerumunan pesta. Sinta dan Johan sedikit terpisah dari yang lain, mencoba mencari tempat yang aman. Johan, yang tak bisa menahan pesonanya, terus bercanda dengan tamu-tamu yang mengira dia adalah bagian dari hiburan pesta.
"Ini agak aneh, bukan?" tanya Sinta pada Johan sambil menatap sekeliling. "Kita baru saja dikejar oleh pasukan Ibu Malam, dan sekarang kita berada di pesta Halloween."
Johan mengangguk sambil meneguk minuman yang disodorkan kepadanya. "Aneh, memang. Tapi setidaknya kita bisa santai sejenak. Hei, kau tahu? Dengan pakaian basah seperti ini, kau bisa jadi pemenang kontes kostum terbaik malam ini!" candanya.
Sinta hanya tersenyum kecut. Namun, suasana mereka yang santai tak berlangsung lama. Dari arah lain, Bagas dan Saskia berlari ke arah mereka dengan wajah panik.
"Kita punya masalah!" seru Bagas. "Pasukan Ibu Malam sudah mendekat. Mereka mengejar kita!"
Tanpa pikir panjang, mereka semua mulai berlari. Raka memimpin di depan, diikuti oleh Sinta, Bagas, Johan, dan Saskia. Namun, mereka segera tersudut di sebuah gang buntu. Dari arah yang berlawanan, tiga belas prajurit Ibu Malam yang sebelumnya mengejar mereka sudah muncul, lengkap dengan seragam hitam pekat dan topeng menyeramkan.
"Jangan khawatir, aku akan menghadapinya!" teriak Raka sambil menghunus pedangnya.
Para prajurit bergerak cepat, menyerang dengan senjata tajam mereka. Tubuh mereka tinggi besar, dilapisi otot-otot kekar yang tampak mengintimidasi. Mereka mengenakan seragam yang ketat, terbuat dari bahan hitam yang berkilau di bawah cahaya bulan, menambah kesan mengerikan pada penampilan mereka.
Salah satu prajurit melompat ke arah Raka, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa. Raka berhasil menangkis serangan itu dengan pedangnya, lalu membalas dengan serangan balik yang menebas lengan prajurit tersebut. Teriakan kesakitan menggema di udara, tetapi Raka tidak berhenti. Dia terus menyerang, menyerang, dan menyerang, melawan setiap prajurit yang mencoba mendekatinya.