Mohon tunggu...
Kompasiana Cibinong
Kompasiana Cibinong Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muhammad Musa, Hasan Mustapa, dan Karya Sastra Sunda

15 Oktober 2019   06:41 Diperbarui: 15 Oktober 2019   07:56 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalsum mendandaskan, wawacan yang memiliki runtuyan pupuh 3027 bait, ini awal penulisanya adalah ketika pengarang diangkat menjadi Bupati Bandung, pengangkatannya tanggal 29 Juni 1893, adapun WBR selesai ditulis 4 Oktober 1897. Naskah yang tergolong pada jenis mite, ini selain mengisahkan lakon Sri Rama juga membahas teosofi tasawuf dan ihwal ilmu pengetahuan dalam napas dan bahasa Sunda.

Selain WBR, karya sastra Martanagara lainnya adalah Wawacan Angling Darma, yang juga berasal dari kesusastraan Jawa. Menurut Nina Herlina Lubis, tulisan Martanagara yang dapat digolongkan ke dalam sastra-sejarah adalah Babad Sumedangdan Babad Raden Adipati Aria Martanagara.

Negarawan lain yang juga sosok seniman adalah Pangeran Aria Suriatmaja, seorang bupati Sumedang anak dari Pangeran Suria Kusumah Dinata (Pangeran Sugih). Pangeran Aria Suriatmaja memerintah kabupaten Sumedang selama 37 tahun (1882-1919). Ketika menunaikan ibadah haji di tanah Mekah, tanggal 1 Juni 1921 beliau wafat dan dimakamkan Ma'alla Makkah, sehingga beliau dikenal sebagai Pangeran Mekah.

Karyanya yang termasyur adalah Ditiung Memeh Hujan (Sedia Payung Sebelum Hujan), sebuah buku tentang perlunya pertanahan pribumi. Menurut Nina, jiwa seninya sangat kentara manakala Pangeran Aria Suriatmaja menyerahterimakan jabatannya kepada adiknya, Tumengguuung Kusumadilaga, ia memberi sambutannya dalam bentuk puisi (Tradisi dan Transformasi Sejarah Sunda, 2000: 51).

Lebih dari bupati, para penguasa Sunda yang cakap memberdayakan pengetahuannya dalam sastra Sunda adalah para panghulu. Pakar bahasa dan sastra Sunda dari Jepang Mikihiro Moriyama berkata, di dalam sistem administrasi kolonial, jabatan panghulu adalah salah satu pangkat tertinggi untuk masyarakat Bumiputra, hampir setara dengann regent atau bupati, patih, jaksa, dan wedana. Salah satu wilayah kerjanya, kata Mamat Sasmmita, adalah masjid agung.

Karena sehari-hari berhubungan dengan keaagamaan maka karya-karyanya amat kental dengan religius Islamnya. Di antara para panghulu di 

usantara tersebutlah dua panghulu dari tanah Sunda yang sangat masyur, yaitu Panghulu Limbangan (sekarang wilayah Garut) RH Muhammad Musa dan Panghulu Bandung Haji Hasan Mustapa.

Seperti tuturan Mikihiro Moriyama, berdasar nisan makam RH Muhammad Musa di halaman belakang Masjid Agung Garut, Musa lahir tahun 1822 dan wafat pada 10 agustus 1886. Ia mulai diangkat menjadi Hoofd Panghulu tahun 1864. Jabatan itu disandangnya hingga wafat.

Orang yang sangat mempengaruhi karir Musa dalam bersastra adalah seorang orientalis bernama Karel Frederik Holle (1829-1896). Malah, saking dekatnya keduanya oleh Moriyama disebut dwitunggal. Mereka menjalin persahabatan hampir 30 tahun.

Musa belajar tentang motodologi dan kebudayaan Eropa kepada Holle, maka Holle menggali jati diri ihwal bangsa pribumi kepada Mussa.

Karya-karya Musa yang telah jadi buku di antaranya Wawacan Wulang Krama, Carita Abdurahman jeung Abdurahim,Wawacan Dongeng-dongeng, Wawacan Wulang Murid, Wawacan Lampah Sebar, dan Dongeng-dongeng Pieunteungeun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun