Mohon tunggu...
Kompasiana Cibinong
Kompasiana Cibinong Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

81 Tahun Pelukis Mata Hitam dan Jalan Kesederhanaan Jeihan

29 September 2019   07:45 Diperbarui: 29 September 2019   10:54 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: lelang-lukisanmaestro.blogspot.com

Kesadaran menghormati esensi alias titik tecermin dari lukisan Jeihan yang juga sederhana. Lukisan-lukisannya tak menghadirkan banyak warna. Tidak sedikit lukisan-lukisannya hanya mengandalkan warna putih dan hitam.

Meski sederhana, dengan bantuan ciri mandiri lukisan Jeihan berupa mata bolong-hitam, lukisan-lukisannya yang umumnya figuratif perempuan, malah terlihat elegan, enak dipandang, sekaligus misterius.

Jeihan beralasan, hitam bukan berati seram. Hitam adalah kumpulan warna kehidupan yang memang penuh misteri. Sebab jalan kehidupan seseorang tiada yang pasti. Kita hanya wajib agar tekun dalam mencari jalan dan menyukuri sesuatu yang sudah didapatkan.

Atas kemisterian menyebabkan lukisan-lukisan Jeihan diburu banyak orang. Karena lukisan mata bolong-hitam pula banyak orang yang ingin dilukis Jeihan. Sebab kemisterian dan kesederhanaan pula harga lukisan Jeihan makin melangit.        

Akan tetapi, meski Jeihan sudah mapan, namun keseharian Jeihan dan keluarga tetap mengedepankan kesederhanaan. Sebab kekayaan yang dimilikinya hanya titipan. Suatu saat akan ditinggalkan. Pada titik ini sejak tahun 1974 Jeihan sudah berpesan dalam sajak Kembali


dari gumpalan tanah
jadi gumpalan darah
jadi gumpalan nanah
dari tanah ke tanah      

Salam kebersamaan
Saya pikir, kehidupan yang disimpulkan Jeihan dengan mantra kesederhanaan merupakan buah dari perenungan yang sinambung dan mendalam. Jeihan berusaha terus mengingat akan titik awal dan titik akhir kehidupan.

Tentu saja untuk menempuh jalan itu kecil kemungkinan dilakukan sendirian. Religiositas dan spiritualitas seseorang membutuhkan pengertian dengan setiap insan. 

Antarmanusia meniscayakan sikap yang tepo seliro, tenggang rasa, alias saling memahami dan menghormati.
Ya, seperti sajak Jeihan berjudul Salam yang direka tahun 1972:


haiku
hai kita

Salam merupakan upaya pertama untuk saling mengenali. Salam adalah doa pertama agar diberkati keselamatan. Meski ada aku, ada mereka tetapi yang dikedepankan adalah kebersamaan. Kekitaan. Bukan kebencian, bukan kekerasan. Milikku, milikkmu juga. Rasamu, rasaku juga. Kata pesajak Chairil Anwar, Kau dan aku satu zat satu urat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun