Selama satu tahun memimpin Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) lebih mahir dalam promosi ketimbang eksekusi. Pintar dalam menggencarkan konsep di media sosial, namum terbata-bata dalam pelaksanaan pembangunam yang substansial.
Beberapa contoh:Â
1. Kegagalan pembangunan alun-alun Jonggol. Padahal pembangunan alun-alun Jonggol sudah ada sejak zaman Ahmad Heryawan jadi Gubernur Jabar. Pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saat itu sudah menyetujui. Karena memang sangat diharapkan warga Jonggol Bogor.
2. Alun-alun Jonggol tiba-tiba diganti, dengan revitalisasi Setu Cirimekar, Cibinong. Namun Setu Cirimekar juga tertunda dibangun tahun ini.Â
Sebab ketika pergantian alun-alun Jonggol ke Setu Cirimekar, ternyata revitalisasi Setu Cirimekar belum dilengkapi DED. Ini menandakan ketidakmatangan dalam perencanaan pembangunan.
 3. Tidak utuh dan menyeluruh dalam membuat kebijakan. Misal, sudah lama koar-koar akan menggratiskan SPP SMA/SMK.Â
Namun nyatanya peraturan hal itu belum jadi betul. Bahkan, ketika dipertanyakan ihwal juklak-juknis dan keterkaitkan dengan situasi dan kondisi sekolah yang  beragam bin berbeda , RK gelagapan. Pihak sekolah pula yang jadi korban. Sebab kekurangpastian dalam aturan dan penerapan.
4. Â Terlalu milenial teuing dan kurang mengarifi ajen-inajen alias semangat kelokalan. Tentu saja pemilihan nama dan konsep Taman Dilan dalam kacamata budaya pop sangat te-o-pe-be-ge-te.
Akan tetapi itu sungguh paradoks dengan konsep RK pada program bidang pendidikan yang mengusung Jabar Masagi.Â
Apa yang dapat diambil dari tokoh novel/film Dilan yang urakan dan doyan ugal-ugalan di jalanan dikaitkan dengan konsep niti harti, niti bakti, niti bukti dan atau niti surti?Â
Jabar Masagi sungguh unik dan baik, tetapi jadi terdegradasi ketika tokoh Dilan ditawarkan ke publik dalam wujud taman yang tentunya banyak dikunjungi anak-anak, remaja, dan pemuda.Â
Sebab, kelaziman kaum muda gandrung kepada yang terdekat dengan hal yang diidolakan. Jika Dilan doang yang diwawuhkeun secara masif bagaimana kaum muda Sunda bisa meneladani tokoh-tokoh kesundaan.
 Pertanyaannya, tiadakan tokoh pendidikan, kebudayaan, perjuangan, sastra yang layak dikenalkan ulang dalam konsep taman?Â
Hingga pada akhirnya malah memilih Dilan ketimbang Mang Koko Koswara yang diakui sebagai maestro karawitan Sunda; Pa Hidayat Suryalaga selain penulis produktif drama bahasa Sunda juga mengeluarkan buku yang berisi tafsir al Quran dalam bentuk pupuh dan nadoman; Mang Udjo Ngalagena yang menjadikan angklung hingga dipikacinta masarakat buana;  Ma Eroh perempuan desa di Tasikmalaya yang menjadi pelopor ekologi lingkungan hingga bisa "mengairi" penduduk yang sebelumnya terus mencibir perjuangan Ma Eroh; Pa Mochtar Kusumahatmadja ahli dari Sunda terkait wilayah lautan NKRI hingga konsep ZEE didopsi dan diadaptasi di internasional.Â
Sungguh, tokoh-tokoh tadi lebih jelas dan pantas secara sejarah dan kontribusinya untuk Jawa Barat bahkan dunia internasional.
Tuan dan Puan mangga menilai hal yang demikian. Ironiskan?
Akan tetapi, kegagapan RK dalam memimpim Jabar dalam satu tahun ini sungguh wajar terjadi, sebab kemunculan RK dalam jagat politik lebih sebagai kelihaiannya dalam memberdayakan sosial (medsos).Â
Selain persoalan nasib, jalur medsos pula yang menghatarkan RK hingga jadi Walikota Bandung dan Gubernur Jabar.
Tentu saja, ihwal profesi utamanya sebagai arsitektur mah RK memang ahlinya. Berbagai desain masjid unik nan futuristik di berbagai kota bukti nyata kehebatan RK ihwal rancang bangun.
Sayang, kemahiran RK dalam mengonsep bangunan kurang berbanding lurus dalam menata pemerintahan. Dalam satu tahun menjadi pucuk pimpinan pemerintahan di Jabar RK cenderung gelagapan kala berkoordinasi dengan berbagai pihak. Terutama dengan pihak legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar.
Adanya wacana hak interpelasi dari sebagian besar anggota DPRD Jabar menunjukkan RK kurang luwes dalam berelaborasi dengan semua pemangku kepentingan di Tatar Pasundan.
Tah, mungpung masih ada waktu, akan lebih elok RK itu diingatkan. Kurang baik juga jika orang-orang di sekitar RK hanya melaporkan yang manis-manis dan indah-indah saja.
RK dan kawan-kawan jangan baperan juga ya. Masukan atau kritikan tajam sekalipun mesti dierima dengan jembar manah dan jembar pikir. Kebeningan hati dan kebesaran jiwa dalam menerima kritikan adalah salah satu cara untuk membenahi Jawa Barat lebih bermartabat.Â
Akhir tulisan:Â
Cililin jeung CimaremeÂ
Terusna ka PadalarangÂ
Pamingpin hebat tur hadeÂ
Narima kana kritikan
(Djasepudin, warga Kalurahan Nanggewer, Kampung Nanggewer Kaum, RT 003 RW 002, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H