Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sudahkah Dilakukan Evaluasi Strategi Penanganan Pandemi?

11 Januari 2021   16:06 Diperbarui: 12 Januari 2021   13:01 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sejumlah calon penumpang berjalan di peron menuju rangkaian kereta rel listrik (KRL) Commuterline. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA via kompas.com)

Sejujurnya, saya gemas sekali membaca pengumuman Jawa Bali bakal PSBB ketat selama dua minggu ke depan mulai hari ini. Tampak sekali tidak ada strategi baru dari Satgas C-19, hanya mengulang-ulang lagu lama saja. 

Mereka selalu menyalahkan orang yang liburan, sementara yang demo besar-besaran, pilkada, dan kerumunan lainnya dianggap angin lalu. 

Mereka selalu menyalahkan masyarakat yang tidak pakai masker, padahal menurut survei BPS 92% masyarakat sudah taat masker. Saya yakin, kalau wabah ini memang benar-benar menakutkan, orang-orang itu tidak akan liburan, pasti tinggal di rumah saja tanpa ada paksaan.

Bagaimana kasus tidak naik tinggi, orang yang liburan wajib di tes antigen, pastilah angkanya naik drastis. Sementara yang kemarin demo besar-besaran, pilkada, dan kerumunan lainnya tidak semua di tes, jadi tidak tampak kenaikan angka yang signifikan. 

Bagaimana kasus tidak meningkat, kalau masyarakat hanya dibombardir berita yang menakutkan, yang menurunkan imunitas tubuh, alih-alih menginformasikan bagaimana caranya sembuh dari C-19 mengingat jauh lebih banyak yang sembuh daripada yang wafat.

Nyaris tak ada informasi bagaimana meningkatkan imunitas tubuh dengan beristirahat total ketika demam, konsumsi makanan yang bergizi, rajin berolahraga, dan menjaga keseimbangan energi dengan istirahat cukup.

Sudah jelas bahwa PSBB yang selama ini sudah berlangsung baik ketat maupun longgar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kasus, malah sebaliknya kian hari malah semakin meningkat. 

Memang ada sedikit penurunan ketika berlangsung PSBB ketat, tapi angka kembali naik ketika mulai dilonggarkan. Mau terus-terusan PSBB, yang ada negara bangkrut, utang melonjak, rakyat malah mati kelaparan dan frustasi karena tidak ada pekerjaan.

Pertanyaannya, sudahkah dilakukan evaluasi terhadap strategi yang selama ini diterapkan?

Pertama, masih relevankah strategi berburu virus yang masih saja diterapkan melalui berbagai tes-tes mulai dari RT Ab yang lalu berubah menjadi RT Antigen, PCR Swab tes, dan sebagainya? 

Saat penyebaran virus masih bisa dilokalisir tentu efektif dengan pola 3T, tapi ketika virus sudah menyebar apalagi ke seluruh dunia, haruskah kita membuang banyak uang hanya untuk tes-tes terutama bagi yang tidak bergejala. 

Baca juga: Ubah Strategi Lawan Pandemi untuk Bangkitkan Ekonomi

Mengapa strateginya tidak diubah, misalnya menyehatkan masyarakat dengan meningkatkan imunitas tubuh. Lebih baik uang untuk pengadaan tes yang mahal tersebut dibelikan vitamin, buah-buahan, makanan bergizi untuk meningkatkan imun masyarakat. 

Setiap kantor tidak perlu menganggarkan lagi uang buat tes, tapi dialihkan untuk menyehatkan karyawannya dengan membeli hal-hal tersebut tadi. Hanya mereka yang sakit atau bergejala saja yang di tes dan diminta istirahat total, jangan diberi pekerjaan selama masa istirahat. 3M saja tidaklah cukup tanpa disertai dengan peningkatan imunitas masyarakat.

Kedua, sudahkan dievaluasi, berapa persen dari total kasus terkonfirmasi memang benar-benar bergejala, dan berapa persen pula yang hanya menjadi OTG atau Asimtomatis alias tanpa gejala? 

Jangan-jangan sebagian besar memang hanya asimptomatis saja yang hanya membutuhkan isolasi mandiri, tak perlu harus dirawat di rumah sakit. 

Hal ini untuk mengurangi beban rumah sakit dan kerja para nakes yang overload akibat harus menangani pasien OTG. Rumah sakit hanya untuk orang-orang yang benar-benar membutuhkan perawatan, bukan orang sehat tapi 'tertangkap basah' positif C-19.

Mereka yang meninggal juga seharusnya diteliti lebih jauh, benarkah semuanya murni C-19, atau ada penyakit penyerta, atau sebagian memang 'kebetulan' ketempelan virus saat dilakukan swab, seperti kasus nelayan yang tewas tenggelam dianggap meninggal akibat terpapar C-19 hanya berdasarkan hasil swab semata. 

PSBB Jawa Bali (Sumber: pikiran-rakyat.com)
PSBB Jawa Bali (Sumber: pikiran-rakyat.com)
Jangan semua digebyah uyah dimasukkan dalam statistik C-19, padahal bila dilakukan otopsi bisa saja penyebabnya virus atau bakteri lain, atau kejadian yang sama sekali tidak berhubungan dengan virus seperti kecelakaan.

Ketiga, sudahkah dikaji dampak turunan dari penanganan wabah C-19 ini? Mulai dari pasien penyakit lain yang memerlukan pertolongan pertama seperti ibu hendak melahirkan, cuci darah, operasi, yang terpaksa meregang nyawa akibat harus menunggu hasil tes-tes bahkan selama berhari-hari baru keluar. 

Sudahkah SOP penanganan pasien gawat darurat dievaluasi kembali agar tidak terjadi lagi pasien kehilangan nyawa hanya gara-gara harus menunggu hasil tes-tes tersebut. Jangan nyawa pasien dikorbankan hanya karena ketakutan yang berlebihan terhadap penularan virus ini.

Lalu berapa yang mati kelaparan dan bunuh diri akibat di-PHK, berapa banyak UMKM dan industri lain yang bangkrut akibat terlalu seringnya PSBB. 

Tak usah jauh-jauh, Bali saja kehilangan lebih dari 1 Trilyun pendapatan karena banyaknya refund akibat pembatasan bepergian pada saat libur akhir tahun lalu. Kalau begini terus, lalu pendapatan negara dari mana lagi diperoleh karena selama ini pajak dari pelaku ekonomilah yang menopang kehidupan negara. Haruskah negara terjerumus dalam jeratan hutang yang semakin dalam hanya untuk mengatasi masalah ini saja?

 * * * *

Tanpa perubahan strategi secara mendasar, pandemi takkan pernah usai. Hanya ada pengulangan-pengulangan PSBB saja yang cuma menghabiskan anggaran negara tanpa hasil nyata. Lama kelamaan negara akan bangkrut karena tak sanggup lagi membiayai tes-tes dan aparat yang ditugaskan untuk merazia rakyatnya sendiri. 

Ibarat siklus, kasus tinggi -> PSBB -> ekonomi bangkrut -> ekonomi dan pariwisata dibuka -> kasus tinggi -> PSBB -> ekonomi bangkrut -> ekonomi dan wisata dibuka -> kasus tinggi lagi -> PSBB lagi, dan seterusnya tiada akhir hingga hari kiamat. 

Baca juga: Tanpa Exit Strategi, Pandemi Takkan Pernah Usai

Sudah hampir setahun pandemi berjalan, dan data statistik menunjukkan bahwa yang sembuh jauh lebih banyak daripada yang meninggal. Lalu mengapa mereka bisa sembuh padahal belum ada vaksin? 

Apa terapi atau caranya mereka bisa sembuh? Harusnya informasi seperti ini yang disebarluaskan ke masyarakat agar mereka terutama yang tidak bergejala dapat sembuh dengan belajar dari mereka yang sudah sembuh sebelumnya.

Satgas yang seharusnya menenangkan masyarakat malah justru lebih sering menciptakan drama yang menakutkan ketimbang optimisme melawan badai pandemi. 

Masyarakat yang sudah mulai hidup normal kembali dipaksa untuk hidup di bawah bayang-bayang ketakutan terus menerus, ditambah media mainstream yang justru malah ikut-ikutan meneror masyarakat dengan berita-berita menakutkan sepanjang hari.

Bila tidak ada perubahan strategi, sebaiknya personil satgas diganti saja dengan orang baru yang memiliki ide-ide out of the box untuk mengatasi pandemi. 

Sekalian KPK juga perlu menelusuri kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pengadaan alat tes, seperti yang terjadi pada penyaluran bansos yang berujung pada penangkapan Mensos akhir tahun lalu. jangan sampai ada oknum yang menangguk keuntungan dari pengadaan alat-alat ts tersebut di tengah keprihatinan selama masa pandemi ini.

Mengutip ungkapan seorang dokter kampung: pandemi terjadi bukan semata karena virusnya, tapi karena kesalahpahaman pakar mendeteksi penyebab kerusakannya dan salah menyikapi hasil tes yang berbiaya mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun