Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sektor Informal Pembajak Sesungguhnya Atasi Krisis Ekonomi

18 Agustus 2020   14:06 Diperbarui: 18 Agustus 2020   21:40 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sektor Informal Penyambung Hidup Ekonomi (Dokpri)

Indonesia termasuk beruntung di antara negara-negara lainnya di dunia. Walau tingkat pertumbuhan ekonomi -5%, nasib Indonesia masih jauh lebih baik dari negeri tetangga Malaysia dan Singapura.

Bahkan negara-negara yang selama ini mapan secara ekonomi seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa Barat yang minusnya mencapai dua digit. Sepintas terlihat kebijakan lockdown di beberapa negara justru membuat ekonomi terpuruk, sementara pertambahan kasus tak kunjung henti, hanya mengalami perlambatan saja.

Indonesia beruntung karena di saat sektor formal mandeg akibat berbagai macam aturan yang menghambat, sektor informal justru melaju kencang. Setidaknya dari pengamatan saya selama beberapa bulan terakhir sejak awal puasa hingga saat ini. 

Para pedagang kaki lima dadakan bermunculan saat ngabuburit tiba, mulai dari awal puasa hingga lebaran tiba. Para pedagang online dadakanpun juga ramai memenuhi halaman marketplace untuk berjualan makanan dan kebutuhan pokok lainnya.

Jadi di saat uang mandeg di sektor formal, sektor informal menjadi oli yang memperlancar jalannya roda perekonomian negara. Selain itu sektor pertanian sebagai penopang sektor informal yang sebagian besar menjual makanan justru melonjak tingkat pertumbuhannya, mencapai 16% jauh di atas telekomunikasi yang hanya tumbuh 2% walau kebutuhan kuota dan sinyal meledak. 

Hal ini membuktikan bahwa sektor informal yang ditopang oleh sektor pertanian memiliki andil besar untuk menahan laju kemerosotan ekonomi akibat pandemi yang tak kunjung usai ini.

Tukang bubur ayam, tukang roti, tukang sayur, yang rajin melintas di depan rumah setiap hari menunjukkan tanda-tanda masih adanya denyut nadi pergerakan ekonomi. 

Apalagi sejak dilonggarkannya PSBB, warung-warung makan mulai ramai, toko-toko kembali buka, dan disusul industri kecil terutama home industri mulai bergerak. 

Sebagian kantor mulai buka pertanda kegiatan bisnis sudah mulai berjalan walau masih sempoyongan. Namun perlahan tapi pasti roda ekonomi mulai berputar kembali.

Hal inilah yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Di negara lain berjualan kaki lima tidaklah semudah di Indonesia. Mereka tetap harus mengurus izin dan memiliki modal cukup untuk berusaha. 

Lha bagaimana mau berusaha kalau modalnya saja pas-pasan, boro-boro buat jaminan untuk mengurus izin. Walau namanya kaki lima, mereka juga tidak bisa berdagang di sembarang tempat seperti di sini. 

Tempatnya ditentukan oleh pemerintah setempat dan kalaupun berkeliling rutenya harus sepengetahuan aparat setempat juga, tidak bisa keliling sembarangan seperti di perumahan di Indonesia.

So, wajarlah kalau ekonomi negara-negara maju kolaps karena sebagian besar mengandalkan sektor formal. Mereka terlalu kaku dan rigid terhadap aturan yang mereka buat sendiri. 

Akibatnya ketika terjadi krisis seperti ini, perekonomian negara langsung limbung. Produksi berhenti karena harus taat pembatasan, karyawan dirumahkan bahkan di-PHK. 

Mereka yang dirumahkan atau PHK tidak bebas berdagang karena terbentur berbagai macam aturan yang harus dipenuhi. Akhirnya timbullah berbagai demo besar-besaran menuntut pembukaan kembali lockdown.

Kita bersyukur pembatasan yang diberlakukan tidak terlalu ketat. Masih ada ruang-ruang kosong yang dapat diisi oleh sektor informal untuk menghidupi para pegawai yang dirumahkan atau di-PHK sekaligus tetap menggerakkan roda ekonomi dengan perputaran uang yang tidak sedikit. 

Walau sebagian masyarakat ada yang menginginkan lockdown, tapi pemerintah masih bersikap bijak untuk tetap memberi ruang pada sektor informal membuka usaha. Hal ini dimanfaatkan betul dan terbukti kita masih tetap survive hingga saat ini.

Sektor informal kembali menunjukkan taringnya setelah berhasil menyelamatkan Indonesia dari krisis keuangan tahun 1998 dan 2008. Semangat gotong royong, kepedulian sesama anak bangsa juga turut berperan dalam mengangkat Indonesia keluar dari krisis. 

Mereka yang mampu membeli barang dari yang tidak mampu, mereka yang kuat menolong yang lemah. Sesama sektor informal bisa saling mengisi kekosangan yang ditinggalkan sektor formal. Mereka yang di-PHK atau dirumahkan bisa berubah menjadi sektor informal untuk menopang hidup keluarga sekaligus negara.

Sektor informallah pembajak sesungguhnya untuk keluar dari krisis ini. Merekalah pahlawan sebenarnya yang menyelamatkan roda perekonomian bangsa ini dari krisis ekonomi. 

Jadi jangan ada lagi penggusuran atau penutupan dengan dalih apapun, selamatkan yang sehat, obati yang sakit. Fokus berusaha dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. 

Baca juga: Berpikir Positif Membaca Kasus Positif

Sudah saatnya kita bergerak agar keluar dari krisis multidimensi ini. Jangan hanya diam meratapi pandemi yang hanya menurunkan imunitas diri. Selamat beraktivitas!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun