Pandemi corona benar-benar merobohkan industri pariwisata. Banyak orang takut bepergian kalau tidak penting-penting amat membuat kegiatan pariwisata beserta turunannya, mulai dari akomodasi, transportasi, agen wisata, hingga tour guide mati suri.
Bahkan beberapa hotel terancam bangkrut dan PHK karyawan tak terhindarkan. Sementara para tour guide dan tempat wisata seperti musium harus berpikir keras mengubah pola wisata dari offline menjadi online untuk tetap bertahan hidup.
Salah satunya adalah dengan menawarkan tayangan virtual travelling alias wisata di dunia maya. Para travellers yang ingin jalan-jalan tapi belum bisa keluar rumah dapat menikmati obyek wisata yang dipandu oleh tour guide secara online melalui aplikasi berbasis video.
Sekilas kegiatan ini dapat mengobati kerinduan para travellers untuk kembali berwisata. Bagi yang belum pernah mengunjungi tempat tersebut bisa mengobati rasa penasaran, dan bagi yang sudah pernah menjadi sebuah nostalgia mengenang perjalanan saat itu.
Namun tetap saja ada yang hilang dari wisata virtual ini. Apalagi kalau bukan suasana khas lokal yang tidak ada di rumah. Suhu udara dingin alami pegunungan tak bisa digantikan oleh pendingin udara sekalipun derajat suhunya sama, atau angin sepoi-sepoi di tepi pantai tak bisa digantikan kipas angin di rumah.
Cemilan ditemani minuman segar khas daerah setempat juga tak bisa digantikan dengan gorengan dan kopi panas yang dibuat di rumah, walaupun resepnya mendekati makanan khas lokal tersebut.
Sensasi menegangkan saat terpental waktu arung jeram, ajrut-ajrutan di atas banana boat, jantung berdebar saat naik roller coaster, atau tersesat di tengah hutan, tentu tak bakal bisa ditiru secara virtual walau sudah ada teknologi bioskop 3D.
Belum lagi keseruan dalam perjalanan, bermacet-macet di jalan saat mudik, mampir di rumah makan dengan pemandangan sawah, melihat pemandangan alam yang masih perawan. semua itu tak tergantikan oleh wisata virtual.
Wisata virtual ibarat nonton film dokumenter atau film 3D yang dipandu oleh tour guide, keseruan yang diciptakan tidak terlalu menegangkan seperti film drama atau horor.
Kita digiring untuk mengikuti alur cerita yang sudah di-setting oleh sutradara, tidak bisa menciptakan petualangan sendiri. Wajar saja namanya juga film, tidak mungkin menemukan ketegangan di sana.
Namun kalau kita ingin tahu sejarah, asal muasal tempat, atau hal ihwal tempat wisata tersebut, wisata virtual adalah cara tepat untuk mengetahuinya karena belum tentu saat wisata beneran kita sempat mencari informasi mengenai sejarah tempat tersebut.
Esensi travelling tak cuma sekedar mengunjungi tempat wisata, melihat-lihat kota atau desa, lalu pulang begitu saja. Travelling itu sejatinya mencari suasana lain yang tidak bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Saat travelling kita bisa mengenal dan menyelami langsung kearifan lokal, adat istiadat setempat, etika dan moral serta kebudayaan lokal yang belum tentu ditemui di tempat lain. Apalagi buat tipe orang yang tidak betah di rumah, doyan petualangan, suka mencari sensasi baru, jalan-jalan beneran takkan tergantikan oleh travelling virtual.
Namun kita juga menyadari, situasi sekarang ini memang belum memungkinkan untuk bepergian jauh tanpa tujuan khusus seperti bisnis atau mengunjungi orang tua, apalagi ke luar negeri.
Travelling virtual merupakan solusi jangka pendek untuk mengobati rasa rindu untuk menggantikan jalan-jalan ke luar rumah. Paling tidak kita sudah punya gambaran sebelum mengunjungi tempatnya secara langsung dan tak perlu buang-buang waktu banyak untuk eksplorasi.
Dengan mulai dilonggarkannya PSBB sekaligus dimulainya new normal, kita bisa mulai jalan-jalan ke luar rumah yang jaraknya bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor.
Misal kalau tinggal di Jabodetabek, kita masih bisa jalan-jalan ke Puncak atau Anyer, paling jauh seputaran pulau Jawa bagian barat hingga tengah. Anggap saja sebagai pemanasan sebelum situasi benar-benar kembali menjadi normal seperti sediakala. Jangan lupa tetap ikuti protokol kesehatan, pakai masker dan jaga jarak di tempat umum.
Mumpung ada waktu luang, sekalian juga buat paspor bagi yang belum punya atau perpanjang paspor bagi yang hampir kadaluwarsa. Selain itu kita juga bisa mulai menabung mengumpulkan pundi-pundi selama masa pandemi ini. Ketika satu dua tahun ke depan kondisi sudah kembali normal, kita bisa jalan-jalan lagi ke luar negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H