Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mal dan Pasar Ramai, Tanda New Normal (Belum) Siap?

25 Mei 2020   21:56 Diperbarui: 26 Mei 2020   17:29 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Beberapa hari menjelang lebaran, saya sempat keluar rumah sebentar untuk ke kantor dan belanja kebutuhan sehari-hari di warung tetangga. Alangkah kagetnya ternyata warung tetangga penuh sesak oleh pembeli yang tak hanya berasal dari kampung saya tapi juga kampung sebelah. 

Pun di media mainstream diberitakan juga keramaian di mal dan pasar tradisional, seolah kondisi sedang baik-baik saja. Padahal di wilayah Jabodetabek masih diberlakukan PSBB yang seharusnya sudah diterapkan protokol kesehatannya.

Jujur saya jadi bingung, Pemda seperti tidak serius menangani PSBB. Tampaknya seperti tidak ada SOP untuk pengunjung mal dan pasar sehingga mereka tetap uyel-uyelan.

Itu baru pasar dan mal resmi, belum lagi pedagang kaki lima yang membuat pasar dadakan seperti di sekitar BKT dan trotoar jalan. Apalagi yang ngabuburit menjelang buka, ramainya minta ampun, para pedagang menghabiskan badan jalan berjualan cemilan dan es untuk berbuka puasa.

Solusinya seperti biasa, tutup sementara pasar dan mal, bukannya memperbaiki SOP dan menambah jumlah aparat yang mengatur para pengunjung. 

Pemda hanya bisa menyalahkan pemilik mal atau pengelola pasar serta para pedagang, tapi tak mau membantu apalagi memerintahkan aparatnya untuk bertugas menertibkan pengunjung. 

Paling mentok razia pedagang di jalan-jalan protokol saja, tidak sampai masuk ke jalan lingkungan.

Pemda tampak lebih fokus pada pembatasan lalu lintas keluar masuk kota saja. Hal ini tampak dari banyaknya mobil yang disuruh putar balik kembali ke rumah. Itupun masih banyak bolong-bolongnya karena banyaknya jalan tikus yang tak terawasi. 

Belum lagi syarat administratif yang cenderung mudah dipermainkan, bahkan dijual belikan secara online. Pemeriksaan juga berlangsung random, terbukti masih banyak kendaraan yang lolos ke luar kota dengan berbagai alasan.

Kalau melihat contoh negeri tetangga yang juga sudah mulai membuka mal dan pasar secara terbatas, tampak sekali jauh perbedaannya. Orang yang mau masuk mal diperiksa dengan ketat dan dibatasi waktu berkunjungnya. 

Pengunjung dibatasi maksimal sekian orang, misal 100 orang per dua jam kunjungan, selebihnya menunggu di luar. Setelah waktu habis mereka yang di dalam dipaksa keluar dan pengunjung berikutnya masuk dengan jumlah yang sama.

Aparat tampak setengah hati melaksanakan PSBB, ada pedagang yang dikandangkan, ada pula yang dibiarkan. Bisa jadi karena jumlahnya terbatas sehingga penindakan diambil secara acak saja terutama di jalan-jalan protokol kota. 

Selebihnya terserah masyarakat, mau buka silakan mau tutup alhamdulillah sudah menaati aturan. Razia seolah hanya untuk memenuhi persyaratan 'sudah dilaksanakan' dan diliput media. Tidak ada penjagaan yang serius dan kontinyu seperti di jalan raya.

Sepertinya kita memang tidak siap untuk memasuki era new normal. Petugas tidak siap untuk memilah pengunjung pasar dan mal, tidak melakukan penyekatan seperti di jalan raya. 

Masyarakat juga tidak siap untuk menjaga jarak, karena kalau diberi spasi satu meter saja sudah ada yang mencuri antrian. Apalagi situasi pasar yang sempit semakin mendukung tidak berjalannya new normal.

Salatiga dan Demak sudah mencoba untuk memulai new normal dengan menjaga jarak antar pedagang. Lalu kapankah daerah lain menyusul? Jangan cuma konferensi pers terus-terusan tapi tidak tampak tindakan nyata di lapangan. 

Pemda harus lebih proaktif mengedukasi dan menertibkan masyarakat yang berbelanja di pasar dan mal, jangan cuma di jalan raya saja. Jangan sampai ada kecurigaan bahwa 'lebih gurih di jalan raya ketimbang di pasar dan mal'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun