Pajak online baru bisa dikenakan pada item yang belum dikenakan pajak, misalnya beli tahu goreng di warung angkringan yang memang tidak dikenakan pajak, barulah bisa diterapkan pengenaan pajaknya.Â
Namun bagi penjual atau retail yang telah mengenakan pajak pada item yang dijualnya tentu tidak bisa dipajaki lagi karena akan timbul pengenaan pajak berganda seperti judul di atas.
Kalau pemerintah ingin menerapkan pajak khusus transaksi online di luar ppn yang telah ditambahkan pada setiap item pembelian, sama saja dengan mendorong orang untuk kembali bertransaksi secara offline.Â
Hal tersebut menjadi sebuah kemunduran karena akan mendorong orang kembali menggunakan uang tunai untuk bertransaksi. Tentu ini bertentangan dengan keinginan pemerintah yang justru ingin mengurangi transaksi secara tunai.
Jadi pemerintah perlu meneliti kembali mana saja item yang belum dikenakan pajak sehingga bisa dipungut saat transaksi online, baru dibuat aturannya untuk menghindari pajak berganda yang dikenakan atas item tersebut.Â
Oleh karena itu, jangan sampai masyarakat dirugikan karena harus membayar pajak dua kali untuk item yang sama dalam satu kali transaksi.
Dalam kondisi seperti sekarang ini, alangkah lebih baik pemerintah mengejar para pengemplang pajak dan menindak oknum yang bermain mata dengan pengusaha besar untuk mengurangi setoran pajaknya ketimbang mengurusi hal remeh temeh seperti ini.Â
Selama perilaku aparat belum berubah, percuma saja transaksi pajak online diberlakukan karena akan menimbulkan modus kongkalingkong baru yang memperkaya oknum aparat ketimbang menambal keuangan negara yang semakin bocor ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H