Ego sektoral masih terasa sekali menonjol. lebih dalam lagi ambisi pribadi lebih dikedepankan daripada koordinasi.
Polemik berikutnya adalah presiden lawan KPK terkait isu pelemahan KPK dan kasus menghilangnya aleg PAW partai penguasa. KPK versi lama seolah dikebiri wewenangnya oleh kehadiran dewan pengawas yang dibentuk berdasarkan UU KPK yang baru.Â
Dampaknya mulai terasa ketika KPK versi baru bergerak, salah seorang tersangka sulit untuk ditangkap karena harus melalui prosedur laporan ke dewan pengawas.Â
Bahkan Menkumham malah jadi salah satu anggota tim hukum partai penguasa dengan alasan karena merangkap jabatan sebagai ketua DPP Bidang Hukum dan HAM.
Walau tak sekencang isu Anies vs Jokowi, namun polemik ini tentu akan mengganggu kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah seolah ingin melindungi partai berkuasa dari terpaan isu korupsi.Â
Apalagi bila pegawai KPK nanti masuk dalam struktur ASN alias diangkat menjadi PNS, maka secara otomatis akan menjadi aparatur pemerintah. Lalu apa gunanya KPK kalau sejajar dengan penegak hukum lainnya?
Terakhir, polemik penghapusan kebijakan penenggelaman kapal oleh pemerintah baru yang membuka perseteruan dengan mantan menteri pada pemerintah sebelumnya.Â
Di sini tampak bahwa kebijakan mudah sekali berubah-ubah tergantung siapa di belakangnya, bukan sistem yang berjalan sebagaimana mestinya. Padahal presidennya masih sama, hanya berganti menteri saja.Â
Kebijakan menteri lama seolah tiada guna sama sekali, dan dampaknya para pencuri ikan kembali beraksi di perairan Indonesia, bahkan dikawal penjaga pantai negerinya.
Polemik yang dipelihara secara terang benderang ini tentu memalukan. Alih-alih bekerja sama bahu membahu membangun negeri, ini malah berseteru saling menghancurkan satu sama lain.Â
Alangkah sayangnya 100 hari pertama kerja kabinet Indonesia Maju dipenuhi dengan berbagai polemik. Kepentingan pribadi dan golongan kembali dikedepankan, kebijakan yang sudah baik malah mundur kembali ke masa lalu.