Pasca tertangkap tangannya Komisioner KPU oleh KPK seminggu lalu, mulailah ruang gelap yang selama ini menyelimuti KPU mulai terkuak. Jual beli suara caleg yang tersembunyi di balik gunung es mulai terungkap.Â
Kebetulan saja melibatkan partai yang sedang berkuasa sehingga sedikit banyak bakal menyinggung mereka yang sedang menikmati indahnya kursi kekuasaan. Namun jangan lupa bahwa masih banyak kasus serupa yang belum atau bahkan sulit untuk diungkap mengingat sepinya pemberitaan mengenai jual beli suara dalam pemilihan calon anggota legislatif.
Banyaknya jumlah caleg memang merepotkan masyarakat untuk mengecek suara para caleg pilihannya mulai dari PPK tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi dan nasional.
Masyarakat sendiri bisa jadi sudah lupa memilih siapa dalam pileg sehingga agak malas untuk mengawal suara caleg pilihannya hingga ke tingkat yang lebih tinggi.
Mungkin hanya para simpatisan caleg saja yang masih rajin mengawal suara, itupun jumlahnya sedikit dan tidak signifikan untuk memantau hingga ke tingkat pusat.
Permainan suara di berbagai tingkatan relatif mulus karena sedikitnya saksi yang terlibat di dalamnya. Minimnya keterlibatan masyarakat membuat para oknum saksi bisa dengan mudah dimainkan oleh oknum baik pengurus partai maupun penyelenggara pemilu di tingkat lokal.Â
Permainan suara inilah yang sulit terendus oleh masyarakat awam walau perhitungan dilangsungkan secara terbuka namun tidak banyak dihadiri oleh para pemilih yang menjagokan calegnya.
OTT KPK terhadap salah seorang Komisioner KPU seolah membuka mata publik bahwa permainan suara para caleg jauh lebih mengerikan dibandingkan suara pilpres. Kalau di pilpres hanya dua pasang calon yang bertarung sehingga dapat dengan mudah ditelusuri jejak digital kecurangan yang terjadi.Â
Namun tidak demikian dengan pileg yang jumlahnya ribuan calon sehingga sulit untuk mendeteksi raibnya suara caleg dan pindah ke caleg yang mana.Â
Permainan ini tentu melibatkan jumlah uang yang luar biasa besarnya, jauh lebih besar dari penyelenggaraan Pemilu itu sendiri saking banyaknya jumlah caleg yang bertarung.
Publik tentu berharap bahwa pengusutan permainan suara oleh caleg tidak hanya berhenti pada Komisioner KPK dan caleg yang menjadi sasaran, tetapi juga mampu menyingkap ruang gelap yang selama ini tersimpan rapat-rapat di balik gemerlapnya Pilpres.Â