Sementara Fadli Zon diturunkan derajatnya menjadi anggota biasa, diganti oleh Sufmi Dasco Ahmad yang lebih kalem dan tak banyak bicara di muka umum. Tinggallah PKS, ditemani PAN dan Demokrat menjadi oposisi minor yang bakal tenggelam oleh suara mayoritas partai pendukung pemerintahan.
Kondisi ini mirip dengan kabinet SBY jilid dua, di mana orang-orang progresif pada periode sebelumnya juga tersingkir seperti wapresnya sendiri Jusuf Kalla, diganti muka-muka baru yang lebih kalem dan bisa mengikuti keinginan orang nomor satu seperti Boediono.Â
Itulah memang risiko sebuah kabinet dengan postur koalisi yang gemuk, perlu orang-orang yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan, bukan orang yang mampu melawan arus besar yang dikuasai para oligarki dan cenderung berperilaku koruptif.
Saya sendiri menamai kabinet ini dengan samudera biru, artinya bermain di arus lautan yang tenang sambil menggali celah-celah baru yang belum terakomodir pada kabinet sebelumnya.Â
Mirip dengan blue ocean strategy, di mana perusahaan perlu membuka ruang-ruang baru yang belum dijamah oleh kompetitor seperti yang bakal dijalankan oleh Erick Thohir berbekal pengalamannya sebagai pengusaha di dunia swasta.
Bermain di lautan tenang penting untuk mencegah riak-riak yang akan mengganggu jalannya pemerintahan, termasuk hubungan dengan negeri tetangga yang selama ini sempat terusik dengan dibakarnya ratusan kapal nelayan mereka.Â
Diangkatnya kembali Retno Marsudi menunjukkan hal itu, berpasangan dengan Eddy Prabowo yang lebih kalem untuk memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Digandengnya oposisi juga merupakan bagian dari strategi ini untuk melemahkan proses radikalisme sekaligus semakin mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dengan diangkatnya Prabowo sebagai menteri pertahanan dan Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri.Â
Diharapkan dengan masuknya oposisi tak ada lagi konfrontasi yang tajam terhadap jalannya pemerintahan yang akan melaju dengan kecepatan tinggi lima tahun ke depan.
Belajar dari pengalaman kabinet SBY jilid dua yang banyak tersandung kasus korupsi, UU KPK pun direvisi untuk memuluskan strategi air tenang tersebut. Pembagian kekuasaan sekaligus 'rezeki' bakal berjalan mulus nyaris tanpa gangguan berarti.Â
Namun risiko tetap ada apalagi dengan koalisi gemuk yang rentan terhadap konflik kepentingan hingga berujung pada kasus korupsi. Hal ini yang perlu diwaspadai presiden agar tidak terjadi kasus-kasus seperti itu lagi.