Hari ini, tepatnya pagi ini secara resmi presiden Joko Widodo mengumumkan nama-nama yang akan membantunya selama lima tahun mendatang.Â
Ada yang bertahan, ada yang berpindah tempat, ada pula sosok baru yang mewarnai kabinet ini. Tampilnya sosok muda seperti Nadiem Makarim, Wishnutama, dan Bahlil Lahadalia seperti memberikan tongkat estafet kepemimpinan kepada generasi penerus bangsa agar tidak ada gap generasi antara kaum kolonial dengan milenial.
Luhut Pandjaitan, Retno Marsudi, Pratikno, Sofyan Djalil, Basuki Hadimuljono, Sri Mulyani, Yasonna Laoly, Budi Karya Sumardi, Siti Nurbaya, Agus Gumiwang Kartasasmita, tetap pada posisinya semula pada kabinet sebelumnya.Â
Selain itu Airlangga Hartarto, Muhadjir Efendy, Tjahjo Kumolo, Bambang Brodjonegoro, berpindah kantor. Sementara itu muka-muka baru seperti telah disebutkan di atas, ditambah Mahfud MD, Tito Karnavian, Johny G Plate, dr. Terawan, Eddy Prabowo, Abdul Halim Iskandar, Fahrur Razi, Juliari Batubara, Ida Fauziyah, Agus Suparmanto, Arifin Tasrif, Syahrul Yasin Limpo, Suharso Monoarfa, Teten Masduki, diharapkan dapat membawa warna baru yang selama ini terabaikan pada kabinet lalu.
Semisal Johny G Plate diharapkan dapat mengisi kelemahan di sektor komunikasi publik yang selama ini terabaikan oleh Rudiantara yang lebih fokus pada infrastruktur digital.Â
Dokter Terawan juga diharapkan mampu mengembangkan inovasi 'cuci otak' nya untuk meningkatkan kemampuan SDM, bukan hanya sekadar menangani persoalan kesehatan semata.Â
Nadiem Makarim sendiri diharapkan dapat menciptakan pendidikan alternatif yang penuh inovasi dalam mendukung pengembangan start-up baru serta menciptakan manusia Indonesia yang mampu membangun unicorn seperti dirinya, bukan sekedar mencetak ribuan sarjana saja.
Dari nama-nama yang diumumkan presiden pagi ini, sepertinya tidak ada lagi gebrakan revolusioner seperti pada kabinet lalu ketika masih ada Susy Pudjiastuti dan Ignasius Jonan.Â
Tidak akan ada lagi jargon 'tenggelamkan' yang digelorakan oleh bu Susy, atau ketegasan Jonan terhadap Freeport dan keengganannya membangun kereta cepat yang menurutnya kurang efisien.Â
Presiden tampaknya lebih ingin membangun kekompakan sesama menteri dalam kabinet serta mitra kerjanya di parlemen ketimbang melawan arus besar yang masih sulit untuk digoyahkan.
Setali tiga uang, di parlemen pun sudah tidak ada lagi duo Fa-Fa yang secara konsisten mengkritik kebijakan pemerintah. Fahri Hamzah jelas lengser dengan sendirinya setelah tidak diakui oleh partainya sendiri.