Ibarat baru saja daftar sekolah sudah pengen ikut ujian nasional. Bia masih memaksakan diri juga, sebaiknya lewat jalur independen atau partai-partai lain yang masih mau menampung dirinya lewat mekanisme penjaringan calon eksternal partai.
Contohlah anak dua presiden SBY dan Habibie yang tidak terjun langsung ke pilkada, paling mentok hanya menjadi anggota DPR seperti Ibas karena disitulah sekolah politik yang sebenarnya.Â
Kalaupun AHY mencalonkan diri sebagai gubernur DKI, itupun setelah ayahnya lengser dari jabatan presiden sehingga boleh dikatakan bebas dari konflik kepentingan. Sementara putra pak Habibie malah sibuk dengan urusan bisnisnya sendiri ketimbang masuk dunia politik.
Mengelola kota tidak semudah mengelola markobar karena banyaknya kepentingan dan keinginan warga. Kalau dalam bisnis, perusahaan yang tidak bisa mengikuti pasar atau menciptakan pasar akan bangkrut dengan sendirinya.Â
Nah kalau dalam politik apalagi mengelola kota, bisa berantakan wajah kotanya kalau tidak bisa dikelola dengan baik, minimal selama lima tahun masa jabatan.
Saran saya sih, sebaiknya belajar dulu berpolitik dengan menjadi anggota dewan atau aktivis partai, ikut dalam kegiatan partai. Paling tidak 'tahu selahnya' dunia politik yang penuh tipu muslihat dan sikut-sikutan.Â
Jangan sampai masuk 'jebakan batman' para pendukung dan idolanya yang memaksakan dirinya untuk menjadi walikota tanpa arah yang jelas.Â
Popularitas saja tidaklah cukup untuk mengemban amanah menjadi walikota, tapi kemampuan manajerial dan strategilah yang menentukan maju tidaknya sebuah kota. Ojo kesusu, ojo rumangsa ......