Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Lima PR Besar Periode Kedua Jokowi

1 Juli 2019   10:19 Diperbarui: 2 Juli 2019   04:39 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penetapan Capres dan Cawapres Terpilih 2019 (Sumber: kompas.com)

Pesta demokrasi telah usai setelah KPU mengetok palu menetapkan pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin menjadi pemenang pilpres 2019 sekaligus mengukuhkan pakde kembali menjadi presiden RI lima tahun mendatang. 

Namun banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan pada periode kedua pemerintahan presiden Jokowi yang kali ini berpasangan dengan Kyai Haji Ma'ruf Amin. Paling tidak ada lima hal besar yang harus segera dituntaskan, antara lain:

1. Dehalusinasi pilpres

Meski para elite politik telah bersalam-salaman dan mulai bagi-bagi rezeki alias kursi, pesta demokrasi lima tahunan sekali ini ternyata masih menyisakan polarisasi terutama di tingkat bawah. 

Walaupun informasi hoax telah jauh menurun, namun sayup sayup terdengar ada saja yang masih berusaha untuk membangkitkan halusinasi para pendukung, seperti akan membawa perkara pilpres ke mahkamah internasional, lalu narasi-narasi ketakutan bangkitnya orde baru, PKI, dan dominasi Tiongkok pada periode kedua ini.

Halusinasi semacam inilah yang harus segera di-counter dengan pendekatan kasih sayang seperti yang pernah saya tulis di sini. Pendekatan hukum hanya boleh dilakukan pada provokator dan penyebar isu-isu tak jelas, namun jangan sekali-sekali melakukan pendekatan yang sama terhadap para pendukung yang masih belum bangun dari tidurnya tersebut. 

Pakde perlu lebih berani blusukan ke kantong-kantong mereka, membangunkan mereka dari tidur panjangnya sambil berdialog untuk menepis berbagai isu-isu negatif tersebut.

Pakde tak mungkin sendirian melakukan hal ini, sehingga perlu didukung pula oleh pimpinan daerah dan para tokoh masyarakat untuk melakukan dehalusinasi pasca pilpres tersebut. 

Jangan terburu-buru membawa persoalan tersebut ke ranah hukum, sadarkan mereka bahwa pertarungan telah usai, tunggu lima tahun lagi untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan keinginannya.

2. Pendidikan budi pekerti dan etika

Pakde Jokowi dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan bahwa pada periode kedua ini akan lebih menekankan pada pembangunan SDM. Namun yang perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah penekanan pada pembangunan mental dan spiritual, khususnya pada peningkatan pemahaman akan budi pekerti dan etika. 

Dari sisi pengetahuan kognitif, bangsa Indonesia tak kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Indonesia tak hanya mengekspor tenaga kasar saja, namun banyak juga tenaga ahli dan cerdik pandai yang bekerja di luar negeri. Hal ini berarti bahwa Indonesia tak kekurangan orang pandai, namun bagaimana agar kepandaian tersebut juga diimbangi oleh kehalusan budi pekerti dan etika.

Sebagai contoh, belum lama ini kita mendengar seorang siswa membakar seluruh piagamnya karena kecewa tak masuk sekolah negeri. Secara ilmu mungkin anak tersebut pintar dilihat dari banyaknya penghargaan yang diterima, namun sayangnya tak diimbangi dengan kehalusan budi pekerti sehingga mudah sekali tersulut emosi ketika gagal mencapai keinginannya. Lalu sekelompok anak muda membajak bis TJ hingga terjepit di sebuah terowongan, selfie sembarangan yang berakibat petaka, dan lain sebagainya.

Belum lagi sering kita dengar kalau sopan santun anak milenial tak seperti jaman ayah ibunya dulu. Tingkah laku selengekan dan acuh tak acuh terhadap orang yang lebih tua, dan tindakan tak senonoh lainnya. 

Mungkin hal ini sepele, namun bila dilakukan dalam skala besar dan masif tentu berdampak pada kehidupan bangsa. Oleh karena itu fokus pendidikan saat ini harus lebih condong pada EQ ketimbang IQ untuk mencapai keseimbangan kehidupan.

3. Potensi infrastruktur mangkrak

Di tengah keberhasilan pembangunan infrastruktur pada periode pertama pemerintahannya, ada baiknya dilakukan evaluasi terhadap rencana-rencana pembangunan infrastruktur periode kedua ini, karena bila melampaui batas waktu pemerintahan berpotensi mangkrak atau tidak dilanjutkan oleh presiden berikutnya.

Kemudian perlu dikaji kembali hasil-hasil dari pembangunan infrastruktur selama ini, seperti ruas-ruas tol baru yang hanya ramai saat mudik lebaran dan libur panjang. Selain hari-hari tersebut jalan tol relatif sepi dan hal ini tentu berpengaruh terhadap pengembalian utang para investor yang akan molor dari jangka waktu yang telah ditentukan. 

Mungkin untuk hari-hari biasa bisa diberikan diskon untuk menarik lebih banyak lagi kendaraan yang lewat, harga khusus untuk angkutan barang dan jasa yang lebih murah dari kendaraan pribadi, untuk meningkatkan pendapatan jalan tol serta mempercepat pengembalian hutang.

Jangan terlena pula dengan pengembangan jalur kereta api yang berpotensi mangkrak di Sulsel akibat sulitnya pembebasan lahan, jalur kereta di Kaltim yang juga belum dimulai. 

Apa kabar juga kereta cepat Jakarta - Bandung yang sempat berhenti dan baru kembali dikerjakan, apakah bakal selesai tepat waktu? Lalu ruas-ruas tol yang masih setengah jalan dikerjakan seperti Becakayu, sebagian Trans Sumatera, Jakarta Outer Ring Road tahap dua, dan lain sebagainya.

Sebaiknya optimalkan saja apa yang sudah jadi dan selesaikan yang masih setengah jadi, namun stop dulu rencana-rencana ambisius yang belum tentu dapat dikerjakan dalam lima tahun mendatang. 

Selesaikan segala hutang piutang, walaupun sebagian besar melalui sektor swasta, agar tidak menumpuk beban hutang lagi lima tahun berikutnya, serta mengurangi potensi mangkrak karena terbatasnya biaya pembangunan infrastruktur.

4. Swasembada pangan dan energi

Indonesia kaya akan sumberdaya alam dan energi terbarukan. Sayangnya justru banyak lahan-lahan sawah potensial berubah fungsi menjadi sawah beton sehingga kita harus mengimpor beras dari luar negeri. 

Demikian pula energi terbarukan sepertri energi surya, panas bumi, angin, air, jumlahnya melimpah di negeri ini, namun justru tambang batubara yang dikuras habis. Padahal energi terbarukan tersebut mampu menggantikan energi fosil yang selama ini digunakan untuk konsumsi dalam negeri.

Pemerintah harus berani untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian potensial serta mencari lahan-lahan pertanian baru dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri melalui swasembada pangan, tidak lagi bergantung pada impor yang membebani neraca perdangangan sehingga berpengaruh pada fluktuasi nilai tukar Rupiah. 

Selain itu pemerintah juga harus mulai memberdayakan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap batubara yang mulai menipis kandungannya.

Pembangunan PLTG, PLTB, PLTA harus lebih intensif serta hentikan pembangunan PLTU yang haus akan batubara. Sudah saatnya kita mandiri dalam pembangunan dan pemanfaatan energi, tidak lagi bergantung pada fosil terutama batubara dan minyak yang sudah diimpor dari negara lain. 

Swasembada energi harus mulai digalakkan, apalagi untuk pulau-pulau terpencil yang selama ini boros solar, perlu diganti dengan solar panel untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

5. Penanganan kasus-kasus hukum dan HAM

Tunggakan berbagai kasus hukum dan HAM seolah membebani punggung presiden saat ini dan lima tahun mendatang, apalagi kasus-kasusnya sudah berlangsung belasan bahkan puluhan tahun lalu sehingga banyak saksi-saksi yang telah berpulang atau lupa akan kejadian sesungguhnya. 

Mungkin bukan hal yang mudah, tetapi sudah saatnya dilakukan pemutihan terhadap kasus-kasus tersebut agar tidak lagi membebani pemerintahan yang sekarang. Namun konsekuensinya, penegakan hukum mulai saat ini harus benar-benar serius dan tidak tebang pilih serta memperhatikan rasa keadilan.

Lalu carut marutnya lembaga pemasyarakatan, khususnya LP terpidana kasus korupsi dan narkoba perlu mendapat perhatian khusus mengingat banyaknya napi korupsi yang masih bisa melenggang kangkung di luar LP. 

Perlu aparatur yang kebal terhadap segala ancaman dan godaan, serta infrastruktur LP yang kuat dan pengawasan yang ketat serta berjenjang. Rotasi setiap beberapa bulan bagi petugas LP mungkin menjadi salah satu cara ampuh, persis seperti rotasi penjaga perbatasan atau petugas imigrasi agar tidak tercipta kongkalingkong di antara mereka. Jadi bukan hanya kepala LP nya saja yang dirotasi, tapi juga seluruh anak buahnya.

* * * *

Itulah sekelumit pandangan terhadap pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan selama lima tahun ke depan. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang harus dikerjakan, namun pemerintah harus tetap fokus pada lima hal tersebut agar lebih terarah pola pembangunannnya. 

Harapannya semoga polarisasi yang telah berlangsung selama lima tahun lebih mulai reda dan mari kita bersama-sama membangun bangsa ini di bawah kepemimpinan pakde Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun