Sayangnya, glorifikasi tersebut masih sebatas pada hal-hal yang bersifat simbolik. Berbusana sesuai akidah, namun hatinya masih penuh sumpah serapah. Rasa kekhawatiran yang berlebihan membuat sebagian orang misalnya enggan beribadah di tempat ibadah tertentu karena dianggap bagian dari iluminati seperti pada pembuka tulisan ini. Simbol-simbol itulah yang menuai kekhawatiran sekaligus merasa lebih benar dari yang lain, padahal belum tentu substansinya memang demikian.
Itulah sebabnya dalam ajaran agama dikenal istilah kaffah atau menyeluruh, artinya belajarlah agama secara utuh, tidak sepotong-sepotong. Cari asal usul sebab turunnya wahyu Ilahi, peristiwa apa yang mendasarinya, lalu bagaimana konteksnya pada saat ini sesuai dengan ijtima' ulama. Kaffah juga berarti tidak hanya sekedar menyerap simbol-simbol atau sesuatu yang tampak mata saja, tapi juga substansi atau filosofi dibalik wahyu tersebut.
Demikian pula sebaliknya, substansi tanpa simbol juga ibarat ruh tanpa raga atau OTB alias organisasi tanpa bentuk. Percaya saja pada Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai dengan ibadah untuk menunjukkan ketaatan pada Tuhan. Jadi harus ada sinkronisasi antara simbol dengan substansi agar ketemu jalan yang lurus dan diridhoi olehNya.
Simbol tanpa substansi akan terjebak pada ilusi, sementara substansi tanpa simbol juga akan terperosok pada fantasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H