Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Palangkaraya (Bukan) Titik Tengah Indonesia

8 Mei 2019   10:51 Diperbarui: 8 Mei 2019   10:58 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontur tanah di Kalimantan juga tidak terlalu curam walau agak sedikit berbukit di daerah calon ibukota Bukit Soeharto. Hanya perlu diwaspadai daerah bekas penambangan batubara yang letaknya tak jauh dari area tersebut. Selain itu juga perlu dipertimbangkan pembatasan lokasi pengembangan kota karena letaknya berdekatan dengan kawasan konservasi Bukit Bangkirai dan Kebun Raya Balikpapan agar tidak merusak kawasan tersebut akibat perkembangan kota baru yang tak terkendali.

Penduduk Balikpapan sendiri, dan juga Samarinda sudah relatif lebih heterogen, baik suku lokal seperti Dayak, Banjar, Melayu Kalimantan, hingga suku pendatang seperti Jawa, Sulawesi hingga Indonesia Timur lainnya. Jumlah penduduk Balikpapan sendiri sudah mencapai sekitar 750 ribu jiwa, ditambah daerah sekitarnya diperkirakan mencapai satu juta jiwa.

Lalu bagaimana dengan Palangkaraya sendiri? Bicara ketersediaan lahan wilayah ini sangat memungkinkan karena masih banyak terdapat lahan kosong, bahkan pemerintahnya sendiri telah menyiapkan sekitar 300 Ribu Hektar (5) sebagai calon ibukota negara. Namun dari sisi infrastruktur Palangkaraya hanya sedikit lebih baik daripada Mamuju, namun masih tertinggal jauh dari Balikpapan yang merupakan kota terbesar di Kalimantan bersama dengan Banjarmasin.

Kondisi jalan nasionalnya juga masih sempit seperti di Mamuju, hanya kualitasnya sedikit lebih baik karena bantuan Rusia 61 tahun lalu. Bandaranya baru saja diperbesar dan diresmikan oleh Presiden Jokowi bulan April lalu, namun belum melayani rute internasional. Selain itu tidak ada pelabuhan besar seperti di Balikpapan, paling dekat berada di Sampit dan Pangkalan Bun.

Dari sisi kependudukan, jumlah penduduk kotanya tak sampai 400 Ribu jiwa dan sebagian besar didominasi oleh suku Dayak dan Banjar. Sementara suku pendatang paling banyak berasal dari Jawa dan Bali sebagai bagian dari transmigrasi di awal tahun 60-an.

Ditilik dari perbandingan tiga wilayah di atas, Bukit Soeharto seharusnya bisa menjadi calon kuat ibukota negara. Dari sisi infrastruktur jauh lebih lengkap dibanding lainnya, demikian pula penduduknya lebih heterogen dan terbuka. Kondisi lahannya juga relatif datar walau sedikit agak berbukit namun masih bisa dilakukan cut and fill daripada harus membabat hutan dan semak belukar seperti di dua wilayah lainnya.

Biaya yang diperlukan untuk pembangunan kota baru juga lebih ringan karena berbagai fasilitas sudah tersedia. Bahan bangunan dan material lainnya juga mudah didapat atau dikirim melalui pelabuhan yang tersedia, tidak harus mengangkut lagi hingga ke pedalaman atau mendaki bukit seperti dua wilayah lainnya. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah mengambil keputusan terbaik dalam memilih calon ibukota negara.

Sumber berita: (1), (2), (3), (4), (5)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun