Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Stop MRT, Kembangkan BRT di Kota Metropolitan

28 Januari 2019   10:33 Diperbarui: 28 Januari 2019   10:52 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trans Jakarta vs MRT (Sumber: Sindonews.com)

Sementara untuk jalur layang busway hanya menghabiskan anggaran 2,3 Trilyun untuk jarak 9,3 Km atau sekitar 250 Milyar per kilometer, sekitar seperempatnya saja dari biaya pembangunan MRT.

Sementara itu anggaran yang direncanakan untuk membangun jalur MRT Fase II dari Bundaran HI ke Ancol Timur diperkirakan membengkak hingga 38 Trilyun Rupiah karena ada perubahan rute dari Kampung Bandan ke Ancol sehingga diperlukan penambahan jalur sepanjang 6,1 Km dari panjang sebelumnya 8,5 Km sehingga total panjang menjadi 14,6 Km. 

Hal ini berarti butuh biaya 2,6 Trilyun Rupiah per kilometer karena konstruksi seluruhnya berada di bawah tanah alias berbentuk terowongan. Tentu ini jauh lebih mahal ketimbang membangun jalan layang busway yang bisa memanfaatkan median jalan tanpa harus menggali terowongan.

Dari sisi tarif juga demikian, tarif Trans Jakarta disubsidi sehingga masih berada pada angka 3500 Rupiah, sementara tarif MRT direncanakan sekitar 7000 - 10000 Rupiah atau sekitar 8500 Rupiah bila dianggap flat.

Tentu para pengguna Trans Jakarta akan berpikir keras untuk berpindah ke MRT karena perbedaan tarif yang signifikan, kecuali bila tarif Trans Jakarta dinaikkan setara dengan tarif MRT. Rencana Pemprov DKI untuk menghapus koridor 1 Blok M - Kota demi 'memaksa' orang untuk berpindah ke MRT juga patut ditinjau kembali karena sistemnya belum terintegrasi dengan jaringan Trans Jakarta lainnya.

Dari sisi penggunaan lahan juga lebih efisien bis daripada kereta karena ukuran bis lebih pendek dari gerbong kereta, lagipula bis lebih fleksibel menggunakan lahan untuk parkir atau menepi daripada kereta yang harus memiliki depo tersendiri yang harus terhubung dengan rel. 

Memang kelebihan kereta dari bis adalah kemampuannya menarik hingga beberapa gerbong sekaligus dalam satu waktu sehingga lebih efisien dalam mengangkut penumpang di waktu sibuk, namun jadi tidak efisien bila dioperasikan di luar jam sibuk karena banyak gerbong yang kosong melompong. 

Sementara bis bisa diatur intervalnya saat jam sibuk maupun jam sepi penumpang sehingga tidak harus semua bis beredar dalam jumlah yang sama dalam satu waktu tertentu.

* * * *

Melihat kondisi sekarang ini dimana pembangunan MRT jauh lebih mahal daripada BRT, ada baiknya pemerintah menghentikan pembangunan MRT untuk selamanya dan melirik kembali BRT untuk dikembangkan menjadi jalur layang. 

Kesuksesan jalur layang Ciledug-Tendean patut diapresiasi dan dijadikan contoh untuk membangun jalur layang berikutnya baik di Jakarta maupun di kota-kota besar lainnya di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun