Semenjak partai final Piala Dunia 1986 di Meksiko antara Jerman Barat melawan Argentina, baru kali ini final piala dunia benar-benar enak ditonton. Kedua kesebelasan saling menyerang, gol silih berganti datang. Perancis dan Kroasia benar-benar menunjukkan permainan yang seru dan layak untuk menghibur jutaan orang penonton setia sepakbola di seluruh dunia.
Sejak tahun 1990 hingga 2014, partai final hampir selalu menjadi antiklimaks dari sebuah perhelatan akbar sepakbola. Kedua kesebelasan yang bertanding terlalu berhati-hati sehingga cenderung membosankan. Saya sendiri sering ketiduran saat partai final berlangsung saking bosannya menonton. Paling parah terjadi saat final tahun 1994 di AS, tidak ada gol tercipta hingga adu penalti. Mungkin karena cuaca panas jadi mereka lebih menghemat tenaga daripada habis-habisan mencuri gol.
Ada beberapa catatan menarik seputar piala dunia kali ini. Penggunaan teknologi VAR (Video Assistant Referee) di satu sisi sangat membantu wasit untuk membuat keputusan yang adil, namun di sisi lain jadi kehilangan sisi kemanusiannya dengan segala kekhilafan wasit. Tak akan ada lagi kejadian 'tangan Tuhan' Maradona atau tendangan Hurst yang kontroversial itu. Waktu pertandingan juga bisa molor lebih lama, seperti saat jerman vs Korsel yang melampaui waktu sampai sembilan menit!!
Baca juga: Maraknya Gol Bunuh Diri, Pertanda Depresi atau Frustrasi
Pertama kali gol bunuh diri juga terjadi di pertandingan final ketika tandukan Mandzukic malah masuk ke gawang sendiri. Selain itu Mandzukic juga mencetak gol untuk Kroasia sehingga menjadi pemain yang mencetak gol untuk kedua tim yang bertanding di final. Sebelumnya ada nama Ernie Brandts yang mencetak gol untuk dua tim saat Belanda lawan Italia pada pertandingan fase grup babak kedua.
Dari sisi fair play, piala dunia ini termasuk bersih karena hanya 4 kartu merah keluar, itupun 2 karena memperoleh kartu kuning kedua. Tidak kontroversi berlebihan selama pertandingan berlangsung sehingga turnamen relatif berjalan dengan aman dan damai. Walau masih ada protes, namun dengan dukungan VAR semua persoalan teratasi karena dapat dibuktikan secara visual.Â
Terakhir, Piala Dunia 2018 juga menjadi kuburan bagi tim-tim favorit. Juara bertahan Jerman menjadi korban pertama, meneruskan tradisi kegagalan juara bertahan lolos ke babak kedua. Selanjutnya disusul oleh Argentina, Spanyol, dan Juara Eropa Portugal di perdelapan final, lalu Brasil di perempat final. Selama bola itu bundar, tidak peang, maka apapun bisa terjadi.
Baca juga: Karena Sepakbola (Tak) Sama dengan Logika Matematika
GK: Thibaut Courtois (BEL) peraih Goldern Glove karena refleknya bagus, dengan cadangan Hugo Lloris (FRA) yang memiliki kemampuan sama bagusnya dalam mengantisipasi tendangan jarak jauh.
DR: Benjamin Pavard (FRA) karena kemampuannya untuk menjadi bek sayap, bisa bertahan maupun menyerang, bahkan ikut mencetak gol ketika melawan Argentina, dan nyaris membuat gol ke gawang Belgia. Cadangannya Toby Alderweireld (BEL) yang juga memiliki kemampuan hampir sama.
DL: Jan Vertonghen (BEL), yang mencetak gol spekulasi dari kepalanya ke gawang Jepang membantu Belgia lolos ke perempat final. Cadangannya Luiz Hernandez (FRA) yang juga mampu berperan sebagai bek sayap yang turun naik membantu serangan maupun bertahan.
CB (2 orang): Duet Umtiti dan Varane (FRA) merupakan yang terbaik di antara keempat tim untuk menjaga pertahanan, dengan cadangan Vida (CRO) dan Stone (ENG) yang mampu mencetak gol disamping menjadi pemain bertahan.
DM (2 orang): Duet Pogba (FRA) dan Modric (CRO) menjadi breaker ideal untuk memecah serangan lawan sekaligus mengatur serangan balik ke jantung pertahanan lawan.Cadangannya Kante (FRA) dan Bozovic (CRO) yang juga bagus dalam meredam serangan lawan sebelum masuk ke jantung pertahanan sendiri.
AM R: Mbappe (FRA) merupakan sayap kanan kreatif yang beberapa kali mengacak-acak pertahanan lawan dengan kemampuan individunya yang mengagumkan. Cadangannya Trippier (ENG) yang juga jago tendangan bebas.
AM L: Hazard (BEL) berjaya mengiris dari sisi kiri untuk mengirim umpan ke jantung pertahanan lawan, selain itu juga mampu memimpin rekan-rekannya bangkit dari ketinggalan. Cadangannya Perisic (CRO) yang mampu membaca peluang untuk melakukan tendangan jarak jauh atau sontekan tajam ke gawang lawan.
AM C: Disini Griezmann (FRA) berkuasa penuh untuk membuka ruang dan mencari celah dari tengah lapangan. Cadangannya De Bruyne yang juga bisa bermain dari sisi kanan, tergantung pola yang dimainkan.
F: Penyerang tunggal tentu disematkan pada Kane (ENG) yang menjadi top skor piala dunia, dengan cadangan Mandzukic (CRO) atau Lukaku (BEL) yang juga memiliki naluri mencetak gol tinggi.
* * * *
Ingat, jangan nonton bola tanpa kacang garuda (angger wae nyak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H