Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Belajar Sejarah Pergerakan Nasional di Museum Dr Soetomo

7 Juli 2018   11:26 Diperbarui: 8 Juli 2018   10:23 3659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Replika Ruang Praktek Dr. Soetomo di Lantai Dua (Dokpri)

Masa depan Rakyat Indonesia semata-mata terletak di dalam bentuk suatu pemerintahan yang bertanggung jawab kepada rakyat dalam arti yang sebenar-benarnya karena hanya bentuk pemerintahan seperti itu saja yang bisa diterima oleh rakyat.

- Dr. Soetomo -

Nukilan Pesan Dr. Soetomo (Dokpri)
Nukilan Pesan Dr. Soetomo (Dokpri)
Setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta selama sembilan jam, saya tiba di stasiun Pasar Turi Surabaya. Karena masih kepagian, saya bersih-bersih muka di toilet dan BAB sambil memikirkan tujuan selanjutnya selama di Surabaya.

Setelah searching lewat google Maps, ketemulah tempat wisata terdekat selain tugu pahlawan, apalagi kalau bukan Museum Dr. Soetomo yang terletak di jalan Bubutan, tak jauh dari stasiun Pasar Turi.

Patung Dr. Soetomo di Depan Pendopo GNI (Dokpri)
Patung Dr. Soetomo di Depan Pendopo GNI (Dokpri)
Setelah selesai urusan di toilet, saya langsung bergerak keluar stasiun dengan berjalan kaki menuju ke arah museum. Suasana pilkada mulai terasa, jalanan sepi, TPS mulai bersiap-siap menerima para pemilih untuk mencoblos.

Sebenarnya agak ragu juga saya melangkah karena jam masih menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit, apakah museum tersebut sudah buka. Saya hanya mondar-mandir saja di depan museum sambil foto-foto, sementara tukang kebun museum asyik sendiri menyiram tanaman.

Plang Nama Gedung Nasional Indonesia (Dokpri)
Plang Nama Gedung Nasional Indonesia (Dokpri)
Museumnya sendiri tidak dipagari dan pintu masuknya terbuka sehingga saya beranikan diri untuk masuk ke museum walaupun jam buka tertulis pukul delapan pagi. Saat lagi celingak celinguk, di dalam pendopo tampak seseorang sedang menanggalkan tasnya di salah satu sudut ruangan dan seperti sedang mengecek sesuatu. Saya coba tegur dia sekalian bertanya apakah museum sudah bisa dimasuki. Rupanya dia memang penjaga museum ini dan mempersilakan saya untuk melihat-lihat pendopo.

Pendopo Berisi Pameran Foto dan Informasi Sejarah Pergerakan Nasional (Dokpri)
Pendopo Berisi Pameran Foto dan Informasi Sejarah Pergerakan Nasional (Dokpri)
Menurut sang penjaga, pendopo ini sebelum jadi museum digunakan sebagai tempat acara resepsi pernikahan atau acara resmi lainnya, sementara gedung di belakang pendopo digunakan oleh PMI. Namun Ibu Wali Kota menghendaki agar bangunan ini dikembalikan fungsinya sebagai bangunan bersejarah sehingga diputuskan untuk menjadi museum, yang ternyata belum lama diresmikan pada tanggal 29 November 2017 oleh beliau sendiri. 

Museum ini dimaksudkan untuk mengenang perjuangan Dr. Soetomo demi tercapainya cita-cita kemerdekaan Indonesia yang diwujudkan melalui pembentukan perkumpulan Boedi Oetomo.

Tampak Luar Pendopo GNI (Dokpri)
Tampak Luar Pendopo GNI (Dokpri)
Secara garis besar museum ini dibagi tiga, bagian pertama pendopo yang lebih banyak berisi tentang sejarah perjuangan pergerakan Dr. Soetomo mulai dari pendirian Boedi Oetomo yang melahirkan hari kebangkitan nasional, disusul oleh Perhimpunan Indonesia, hingga pembentukan organisasi Indonesische Studie Club di Surabaya sepulang beliau dari studi di Belanda pada tanggal 11 Juli 1924. 

Pembentukan IS inilah yang menjadi cikal bakal pembangunan Gedung Nasional Indonesia yang terdiri dari pendopo ini dan dua gedung lain di sebelah selatan dan utara pendopo. Idenya sendiri berasal dari Polandia yang membangun sebuah gedung sebagai tempat berkumpul rakyat untuk menyiapkan perjuangan merebut kemerdekaan ketika berada di pengungsian.

Mesin Stensil Pencetak Majalah Panjebar Semangat (Dokpri)
Mesin Stensil Pencetak Majalah Panjebar Semangat (Dokpri)
Di gedung ini juga pernah diselenggarakan Kongres Indonesia Raya Pertama yang berlangsung tanggal 1-3 Januari 1932 dan dihadiri oleh 3000 orang, termasuk Ir. Soekarno. 

Agar lebih efektif menyebarkan semangat perjuangan merebut kemerdekaan, didirikanlah majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat yang hingga saat ini masih berkantor di halaman belakang gedung tersebut. 

Media merupakan cara paling efektif untuk menyebarluaskan kampanye perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan. Mesin stensil yang dipajang di pendopo ini menjadi saksi hidup perjuangan Dr. Soetomo dan kawan-kawan.

Makam Dr. Soetomo (Dokpri)
Makam Dr. Soetomo (Dokpri)
Bagian kedua adalah Makam Dr. Soetomo yang berada di belakang pendopo. Makam ini dilapisi marmer dan dilindungi pendopo kecil agar terlindung dari panas dan hujan. Untuk memanjatkan doa kita harus melepas alas kaki menuju makam yang diselimuti kain berwarna putih. 

Di sisi kiri ada tugu kecil berisi prasasti bertuliskan pidato Dr. Soetomo pada ulang tahun pertama IS. Di sisi kanan terdapat tugu nisan bertuliskan hari lahir dan kematian beliau, dan julukan beliau sebagai Bapak Pergerakan Nasional Indonesia.

Koleksi Foto Dr. Soetomo di Lantai Satu (Dokpri)
Koleksi Foto Dr. Soetomo di Lantai Satu (Dokpri)
Bagian ketiga berupa paviliun berlantai dua yang menjadi museum Dr. Soetomo tempat menyimpan koleksi foto maupun barang pribadi miliknya yang masih bisa diselamatkan. 

Di lantai satu kita disuguhi cerita perjuangan beliau semasa hidupnya, mulai dari pembentukan Boedi Oetomo, pembangunan Gedung Nasional Indonesia, hingga kehidupan pribadinya termasuk pernikahannya dengan Everdina J. Broering yang masih keturunan Belanda. 

Di ruangan ini juga dilengkapi dengan peta pulau Jawa yang terdapat pada meja segilima di tengah ruangan. Ruangannya agak sempit namun informasi yang disajikan cukup banyak sehingga agak sulit mengambil sudut foto yang bagus. 

Replika Ruang Praktek Dr. Soetomo di Lantai Dua (Dokpri)
Replika Ruang Praktek Dr. Soetomo di Lantai Dua (Dokpri)
Di lantai dua disimpan koleksi beliau semasa menjadi dokter serta dibuatkan replika ruang praktik beliau semasa bertugas di Rumah Sakit CBZ (Central Burgelijke Ziekenini Ichting) yang sekarang menjadi Delta Plaza.

Koleksinya cukup lengkap mulai dari kursi pasien, meja praktik, lemari tempat menyimpan aneka perlatan kedokteran zaman dulu, hingga mikroskop dan alat tensi darah. Rupanya Dr. Soetomo merupakan dokter spesialis kulit dan kelamin sehingga meja pasiennya agak unik bentuknya. Di sini juga terdapat meja kursi tempat nangkring para pejuang saat kumpul di paviliun ini.

Meja Segilima Berisi Peta Jawa (Dokpri)
Meja Segilima Berisi Peta Jawa (Dokpri)
Usai mengelilingi paviliun tersebut, saya pamit pulang pada mbak Hilda yang menjadi penjaga sekaligus guide yang mengantar saya keliling museum. Kita hanya diminta menulis nama di buku tamu, tak perlu membayar sepeserpun untuk masuk ke museum ini, semua gratis. 

Semoga ide Ibu Wali Kota Surabaya dapat dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya dan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membangun dan merenovasi kembali bangunan-bangunan bersejarah menjadi museum sebagai pengingat generasi muda akan perjuangan bangsanya di masa lampau.

Pamitan Dengan Penjaga Musium yang Manis (Dokpri)
Pamitan Dengan Penjaga Musium yang Manis (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun