Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menguak Misteri Jembatan Bolong di Mamuju, Sulawesi Barat

30 Juni 2018   19:57 Diperbarui: 2 Juli 2018   00:17 4594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan Jembatan Kuning di Malam Hari (Dokumentasi Pribadi)

Sebagai sebuah daerah baru hasil pemekaran pasca Orde Baru, Sulawesi Barat atau disingkat Sulbar, mungkin belum banyak dikenal dan dibahas orang.

Saya sendiri termasuk beruntung sempat menjelajahi Sulbar melalui jalan darat dari Makassar. Perjalanan mengambil masa sekitar sepuluh jam dari Makassar hingga ke Mamuju termasuk istirahat makan dan mampir sebentar di kota Majene.

Mungkin karena baru sekali lewat terutama jalur Pare-Pare hingga Mamuju, perjalanan darat yang begitu lama ternyata tidak membosankan.

Dari Makassar sampai ke Pare-Pare sebagian sudah dua jalur empat lajur dan hanya memakan waktu tiga jam saja karena sudah bisa lari kencang pada rute tersebut. Lagipula saya sudah beberapa kali melintasi jalur tersebut sejak masih sempit hingga lebar seperti sekarang ini.

Tugu Batas Kota Pinrang (Dokumentasi Pribadi)
Tugu Batas Kota Pinrang (Dokumentasi Pribadi)
Lepas kota Pare-Pare jalan mulai menyempit hingga memasuki kota Pinrang. Pemandangan mulai tampak hijau persawahan di sisi kanan jalan berpadu dengan tambak di sisi kiri jalan. 

Kami sempat beristirahat sejenak makan siang di sebuah saung tak jauh dari kota Pinrang. Satu jam beristirahat sudah cukup untuk melanjutkan perjalanan.

Tak sampai satu jam, kami sudah melintasi perbatasan Provinsi Sulsel (Sulawesi Selatan) dengan Sulbar (Sulawesi Barat) yang masih ditandai dengan patok lama Polmas, singkatan dari Polewali Mamasa sebelum pecah menjadi dua Kabupaten, Polewali Mandar dan Mamasa.

Pemandangan Indah Pulau Karamasan dari Tepi Jalan (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan Indah Pulau Karamasan dari Tepi Jalan (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan pantai yang berpadu dengan perbukitan mulai tampak setelah melewati perbatasan, menjelang masuk ke kota Polewali. Di salah satu sudut jalan, tampak Pulau Karamasan di kejauhan dari tepi pantai yang bersisian dengan jalan. 

Kami beristirahat sejenak sambil mengabadikan pulau tersebut dari tepi jalan. Perjalanan kemudian dilanjutkan hingga memasuki kota Majene, kami pun mampir sejenak ke lokasi kegiatan yang sedang kami survey.

Menjelang azan maghrib kami tinggalkan kota Majene menuju Mamuju sebagai tempat pemberhentian terakhir kami.

Penampakan Jembatan Kuning di Malam Hari (Dokumentasi Pribadi)
Penampakan Jembatan Kuning di Malam Hari (Dokumentasi Pribadi)
Pemandu saya mengingatkan bahwa kita akan melalui jembatan bolong yang penuh misteri. Konon katanya jembatan ini memakan ratusan korban yang melintas karena tidak hati-hati akibat posisinya berada pada tikungan tajam di kedua ujungnya. 

Kalau malam hantunya bergentayangan, mengganggu siapapun yang lewat untuk menemani para korban sebelumnya. Bulu kuduk pun mulai berdiri ketika tepat jam sembilan malam kami benar-benar akan melintasi jembatan tersebut.

Mobil Berhenti di Tengah Jembatan (Dokumentasi Pribadi)
Mobil Berhenti di Tengah Jembatan (Dokumentasi Pribadi)
Untunglah, jembatan tersebut baru saja direnovasi dan diberi lampu penerang jalan, jadi tidak gelap seperti cerita sebelumnya. Saya pun penasaran dan meminta supir berhenti sejenak untuk mengambil gambar di malam hari. 

Walaupun sudah diterangi cahaya PJU, namun tetap saja suasana mistis sangat terasa di sini. Lampu hanya berada di area jembatan, sementara sebelum dan sesudahnya tetap gelap seperti sediakala.

Mobil Menghilang (Dokpri)
Mobil Menghilang (Dokpri)
Saya agak curiga ketika sebuah mobil berhenti tepat di tengah jembatan. Pengemudinya kemudian tampak keluar mobil dan memandangi jembatan ke arah bawah, entah sedang mencari apa. 

Lagipula apakah cahaya lampu PJU mampu menembus kolong jembatan, saya juga tidak tahu persis. Jangan-jangan itu mobil jadi-jadian, karena setelah saya masuk ke dalam mobil dan berlalu meninggalkan jembatan, ketika saya tengok ke belakang mobil tersebut tak tampak lagi beserta para penumpangnya. Hanya cahaya lampu menyisakan misteri siapa saja yang pernah melintasi jembatan tersebut.

Tikungan Tajam Menjelang Jembatan (Dokpri)
Tikungan Tajam Menjelang Jembatan (Dokpri)
Esoknya, setelah selesai semua urusan di Mamuju, saya kembali ke Makassar dan lagi-lagi harus melalui jembatan tersebut. Untunglah kali ini masih terang disorot cahaya matahari sehingga tidak perlu takut untuk sekedar mengambil foto-foto yang lebih jernih di siang hari. 

Tidak ada yang tahu pasti kapan jembatan tersebut pertama kali dibangun. Namun sejak jaman Belanda jembatan tersebut sudah ada dan menjadi satu-satunya penghubung antara Mamuju dan Majene. 

Sekarang sebutannya menjadi jembatan kuning setelah direnovasi pemerintah dan diberi warna cat kuning. Sejak renovasi selesai, jembatan ini menjadi obyek wisata warga setempat di siang hari.

Pantai Sendana, Majene (Dokpri)
Pantai Sendana, Majene (Dokpri)
Biarlah misteri jembatan bolong tetap jadi misteri. Saya pun melanjutkan perjalanan kembali sambil menikmati pemandangan pantai yang indah di sisi kanan jalan.

Di tengah perjalanan kami beristirahat sebentar di daerah Sendana, di sebuah rumah makan tepi pantai yang eksotis. Jangan lupa, pantai di sekitar sini juga menyimpan misteri jatuhnya pesawat Adam Air di perairan laut Sulawesi. 

Beberapa serpihannya terdampar di pantai barat Majene dan sudah diamankan oleh penduduk setempat. Rencananya di tempat ini akan dibangun Monumen Adam untuk memperingati para korban jatuhnya pesawat tersebut.

Jalan Membelah Bukit yang Indah (Dokpri)
Jalan Membelah Bukit yang Indah (Dokpri)
Satu lagi yang unik dari Sulbar, terutama di Majene adalah becak mini yang tidak ada di daerah lain. Becak tersebut hanya bisa mengangkut satu orang saja saking kecilnya.

Bahkan untuk membawa saya pun tidak sanggup karena terlalu lebar badannya. Saking kecilnya, si pengayuh becaknya malah lebih besar daripada becaknya itu sendiri.

Becak Mini di Majene (Dokpri)
Becak Mini di Majene (Dokpri)
Sulbar tak kalah dari provinsi lainnya dalam hal potensi wisata, namun sayangnya, belum diurus dengan baik sehingga masih dikelola secara sporadis oleh warga setempat, bahkan ada beberapa pantai yang dibiarkan begitu saja.

Semoga ke depan ada perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah untuk mengelola potensi obyek wisata tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun