[caption caption="Terminal Antarnegara Ambawang Pontianak (Dokpri)"][/caption]Kehabisan minyak di tengah perjalanan, apalagi di lintasan yang jarang tersedia SPBU seperti lintas Malindo Pontianak - Entikong ini tentu cukup memusingkan. Bis yang saya tumpangi terpaksa berhenti di tengah perkampungan karena tidak ada yang menjual solar baik resmi maupun eceran. Sebenarnya supir sudah curiga sejak meninggalkan Sosok selepas istirahat makan siang, petunjuk bahan bakar cepat sekali turun. Setelah dicek, rupanya selang minyak bocor dan solar tampak berceceran di tengah jalan. Upaya menutup kebocoran menjadi sia-sia karena solar sudah terlanjur nyaris habis. Perjalanan terpaksa diteruskan sambil berharap tiba di SPBU terdekat atau minimal tukang bensin eceran.
[caption caption="Bus Damri Menanti Penumpang di Terminal (Dokpri)"]
[caption caption="Supir Bus Sedang Memeriksa Mesin (Dokpri)"]
Hampir setengah jam lewat, barulah tampak bus Damri tujuan Brunei. Merasa setiakawan, supir bus memberhentikan busnya tepat di belakang kami. Setelah bernegosiasi sesama supir bus, diputuskan penumpang ikut bus yang kebetulan setengah kosong hingga ke perbatasan untuk cap paspor, sementara kondektur juga ikut untuk membeli solar di SPBU terdekat. Untungnya bus juga tidak terlalu penuh, sehingga kami bisa duduk bebas dimanapun dalam bus. Supir bus tetap menunggu hingga kondektur kembali membawa solar secukupnya hingga ke perbatasan.
[caption caption="Pemandangan Perkampungan di Atas Rawa (Dokpri)"]
 Penumpangnya sendiri tidak terlalu banyak, hanya sekitar 10 orang dari jumlah kursi 36, tak sampai separuh. Namun bus tetap jalan tepat waktu, walaupun sempat ngetem juga di dekat bundaran pertigaan selepas terminal, menunggu tambahan penumpang dari agen yang berada di situ. Setelah ngetem selama 15 menit, bus berangkat menuju Kuching melalui jalan trans Malindo. Pemandangan kiri kanan didominasi oleh rawa dan kebun dengan topografi relatif datar.
[caption caption="Pelebaran Jalan Trans Malindo (Dokpri)"]
Sekitar pukul 11.00 bus berhenti istirahat makan siang selepas kota Sosok. Tidak seperti bis biasa berhenti di rumah makan Padang, tempat peristirahatannya berupa rumah makan khas Ponorogo, Jatim dengan menu masakan khas Jawa, walaupun berada di Kalimantan. Rasanya standar namun cukuplah untuk mengganjal perut yang lapar setelah tiga jam lebih dalam bus.
[caption caption="Rumah Makan Khas Ponorogo (Dokpri)"]
Namun menjelang perbatasan Entikong, bus berhenti untuk menaikkan penumpang tujuan Brunei. Bus tampak penuh dan penumpang yang baru naik tampak kebingungan karena kursinya telah diduduki orang lain termasuk saya. Kondekturpun turun tangan menjelaskan bahwa kami hanya menumpang hingga perbatasan saja. Di sepanjang jalan mulai tampak mobil berplat Serawak lalu lalang ke arah sebaliknya atau parkir di rumah-rumah penduduk setempat.
[caption caption="Gerbang Perbatasan Entikong sedang Dinaiktarafkan (Dokpri)"]
Antrian cukup panjang didominasi oleh para TKI yang akan bekerja di Brunei dan Malaysia. Tiba giliran saya sempat ditanya apakah hendak bekerja juga, saya jawab hendak melancong saja dan kembali esok hari. Petugas imigresen agak curiga karena saya tidak membawa surat keterangan kerja atau permit seperti yang lain. Setelah saya jelaskan maksud perjalanan, barulah paspor dicap.
[caption caption="Gerbang Perbatasan Tebedu Malaysia (Dokpri)"]
Beda dengan gerbang imigrasi Indonesia yang ramai penukar uang dan penjaja makanan kecil. Sementara mobil pribadi cukup banyak juga lalu lalang melintas batas, namun lebih banyak berplat Kalbar daripada Serawak. Di luar gerbang terdapat tempat ngetem angkutan umum tujuan Kuching dan Serian yang berlomba menawarkan tumpangan.
[caption caption="Bus Mengisi Solar Sendiri (Dokpri)"]
Setelah minum solar, bus kembali meluncur melintasi jalan menuju Kuching. Kondisi jalan ternyata tidak mulus-mulus amat hingga bundaran Serian. Namun pemandangannya lumayan indah membelah perbukitan kapur dan tidak terlalu ramai oleh kendaraan. Motorpun juga sedikit sekali yang melintas, beda dengan wilayah Indonesia yang didominasi motor.
[caption caption="Pemandangan Perbukitan di Wilayah Serawak (Dokpri)"]
[caption caption="Para Penjual Duren di Tepi Jalan Raya (Dokpri)"]
 Namun niat untuk membeli terpaksa diurungkan karena bus tidak berhenti. Satu jam lebih lima belas menit dari perbatasan, bus tiba di terminal Kuching Sentral. Kondisi terminal ini tampak lebih hidup karena disatukan dengan pusat perbelanjaan dan terletak di tepi jalan utama. Berhubung perut mulai keroncongan, sayapun menikmati makan malam di salah satu kedai di dalam terminal tersebut. Tidak tampak suasana terminal disini, malah lebih cocok dianggap sebagai mal tempat cuci mata.
[caption caption="Terminal Bus Kuching Sentral (Dokpri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H