Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kala Minyak Habis Jelang Perbatasan Entikong

24 April 2016   12:59 Diperbarui: 25 April 2016   00:46 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antrian cukup panjang didominasi oleh para TKI yang akan bekerja di Brunei dan Malaysia. Tiba giliran saya sempat ditanya apakah hendak bekerja juga, saya jawab hendak melancong saja dan kembali esok hari. Petugas imigresen agak curiga karena saya tidak membawa surat keterangan kerja atau permit seperti yang lain. Setelah saya jelaskan maksud perjalanan, barulah paspor dicap.

[caption caption="Gerbang Perbatasan Tebedu Malaysia (Dokpri)"]

[/caption]Sambil menunggu bis Damri yang saya tumpangi tiba, saya berkeliling sekitar gerbang imigrasi. Sebenarnya kondisi gerbang perbatasannya relatif sama, tidak terlalu bagus juga. Namun disini memang jarang terlihat pedagang asongan, hanya ada satu saja yang menjual makanan kecil dan satu lagi penukaran uang secara diam-diam. 

Beda dengan gerbang imigrasi Indonesia yang ramai penukar uang dan penjaja makanan kecil. Sementara mobil pribadi cukup banyak juga lalu lalang melintas batas, namun lebih banyak berplat Kalbar daripada Serawak. Di luar gerbang terdapat tempat ngetem angkutan umum tujuan Kuching dan Serian yang berlomba menawarkan tumpangan.

[caption caption="Bus Mengisi Solar Sendiri (Dokpri)"]

[/caption]Menjelang gerbang tutup pukul lima sore kurang seperempat waktu Malaysia, barulah bus datang. Para penumpang kembali naik ke dalam bus. Selepas perbatasan, bus mengisi solar penuh yang harganya lebih murah dari solar Indonesia namun dibayar dengan Ringgit. Disini bus mengisi solar secara mandiri oleh kondektur, tidak dilayani oleh petugas SPBU dan pembayaran dilakukan di dalam minimarket yang terletak di samping SPBU. 

Setelah minum solar, bus kembali meluncur melintasi jalan menuju Kuching. Kondisi jalan ternyata tidak mulus-mulus amat hingga bundaran Serian. Namun pemandangannya lumayan indah membelah perbukitan kapur dan tidak terlalu ramai oleh kendaraan. Motorpun juga sedikit sekali yang melintas, beda dengan wilayah Indonesia yang didominasi motor.

[caption caption="Pemandangan Perbukitan di Wilayah Serawak (Dokpri)"]

[/caption]

[caption caption="Para Penjual Duren di Tepi Jalan Raya (Dokpri)"]

[/caption]Selepas Serian, jalan lebar dua lajur yang mulus mulai tampak dan buspun melaju kencang. Kondisi jalan terlihat ramai kendaraan melintas dan pemandangan kota mulai tampak ditandai dengan permukiman yang tampak lebih teratur, rumah susun, dan bangunan pertokoan. Tampak juga beberapa mobil berjualan duren yang sedang musim.

 Namun niat untuk membeli terpaksa diurungkan karena bus tidak berhenti. Satu jam lebih lima belas menit dari perbatasan, bus tiba di terminal Kuching Sentral. Kondisi terminal ini tampak lebih hidup karena disatukan dengan pusat perbelanjaan dan terletak di tepi jalan utama. Berhubung perut mulai keroncongan, sayapun menikmati makan malam di salah satu kedai di dalam terminal tersebut. Tidak tampak suasana terminal disini, malah lebih cocok dianggap sebagai mal tempat cuci mata.

[caption caption="Terminal Bus Kuching Sentral (Dokpri)"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun