Antrian cukup panjang didominasi oleh para TKI yang akan bekerja di Brunei dan Malaysia. Tiba giliran saya sempat ditanya apakah hendak bekerja juga, saya jawab hendak melancong saja dan kembali esok hari. Petugas imigresen agak curiga karena saya tidak membawa surat keterangan kerja atau permit seperti yang lain. Setelah saya jelaskan maksud perjalanan, barulah paspor dicap.
[caption caption="Gerbang Perbatasan Tebedu Malaysia (Dokpri)"]
Beda dengan gerbang imigrasi Indonesia yang ramai penukar uang dan penjaja makanan kecil. Sementara mobil pribadi cukup banyak juga lalu lalang melintas batas, namun lebih banyak berplat Kalbar daripada Serawak. Di luar gerbang terdapat tempat ngetem angkutan umum tujuan Kuching dan Serian yang berlomba menawarkan tumpangan.
[caption caption="Bus Mengisi Solar Sendiri (Dokpri)"]
Setelah minum solar, bus kembali meluncur melintasi jalan menuju Kuching. Kondisi jalan ternyata tidak mulus-mulus amat hingga bundaran Serian. Namun pemandangannya lumayan indah membelah perbukitan kapur dan tidak terlalu ramai oleh kendaraan. Motorpun juga sedikit sekali yang melintas, beda dengan wilayah Indonesia yang didominasi motor.
[caption caption="Pemandangan Perbukitan di Wilayah Serawak (Dokpri)"]
[caption caption="Para Penjual Duren di Tepi Jalan Raya (Dokpri)"]
 Namun niat untuk membeli terpaksa diurungkan karena bus tidak berhenti. Satu jam lebih lima belas menit dari perbatasan, bus tiba di terminal Kuching Sentral. Kondisi terminal ini tampak lebih hidup karena disatukan dengan pusat perbelanjaan dan terletak di tepi jalan utama. Berhubung perut mulai keroncongan, sayapun menikmati makan malam di salah satu kedai di dalam terminal tersebut. Tidak tampak suasana terminal disini, malah lebih cocok dianggap sebagai mal tempat cuci mata.
[caption caption="Terminal Bus Kuching Sentral (Dokpri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H