Mohon tunggu...
Dewi Aryati
Dewi Aryati Mohon Tunggu... -

A civil engineering graduate who loves to write anything, read anything interest her, and... swimming.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Desa Itu

17 Desember 2010   18:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cahaya mentari dari luar jendela menyapaku pagi itu. 07:35 dan mesin mobil berpenumpang 30 orang itu terus saja melaju hingga 120 km/jam sejak semalam. Kata seseorang di belakangku, kami akan segera tiba. Benar saja, tak lama kemudian bis kami sampai pada terminal desa itu. Desa kecil dengan perusahaaan tambang nikel yang sayangnya bukan milik negara, hanya sebatas kontrak karya. Itu kali kedua aku menginjakkan kaki di desa tersebut, kali pertama dua tahun sebelumnya. Sudah kuduga, tak banyak yang berubah.

Desa itu masih rapi, damai dan tentu saja nyaman. Tidak seperti kota kelahiranku, yang jalan-jalannya selalu dipenuhi mobil hilir mudik tak karuan dengan pengemudi yang seolah tak pernah peduli pada aturan. Desa itu, masih saja begitu. Para pengemudi sangat tertib, bahkan tak mau mereka jalan jika sabuk pengaman belum terpasang. Salah satu hal yang membuatku kagum dari desa itu.

1292607208984119652
1292607208984119652

Sebagian besar masyarakat bekerja di perusahaan tambang nikel dengan karyawan ribuan orang. Wajar saja, itu kan bagian dari kontrak karya dimana mereka harus memberdayakan masyarakat sekitar. Sebagian lain menjadi nelayan, tapi jangan salah... di desa itu tak ada pantai kawan... yang ada hanyalah danau. Kata seorang kawan Geologist ini merupakan salah satu danau purba. Konon danau  ini termasuk dalam 10 danau terdalam di dunia, kedalamnnya mencapai 600an meter dengan luas 245,70 km persegi. Maka tidak salah, bila masyarakat penduduk asli juga banyak bergantung hidup pada danau ini.

12926091841087721179
12926091841087721179

12926093111787456168
12926093111787456168
perjalanan ke dermaga.. :)

Hari itu masih cukup pagi bagiku, beberapa teman mengajakku rafting. Tak sabar rasanya ingin mengenal tempat itu lebih dekat, sebagai pendatang baru tentulah harus beramah-tamah dulu di lingkungan sekitar, maka kuiyakan saja ajakan teman tersebut. Setelah berjalan kaki kurang-lebih 1 km, akhirnya sampai juga kami di salah satu dermaga di desa itu. Satu jam tiga puluh menit kemudian kami sampai di Pohon Mangga, itu nama salah satu spot rafting di danau. Sepertinya dinamai demikian karena di pesisirnya banyak ditumbuhi pohon mangga. Spot ini lumayan aman untuk berenang, meski harus sedikit hati-hati karena pasirnya hanya pada bagian pinggir saja, selebihnya karang. Tapi tak mengapa, air hijau kebiru-biruan yang sangat bersih mungkin cukup mampu mengobati perih di kakimu.

12926102451169646571
12926102451169646571
nah.. kalo yg ini goax ada lubangx di atas.. tapi dak tau nama tempatnya.. :D

12926094031983254739
12926094031983254739
12926096871416612959
12926096871416612959
main kano yuuuuukkk!

12926099552035544418
12926099552035544418
Danau ini ternyata tidak hanya sering dimanfaatkan untuk rafting saja, tetapi juga diving, sailing, dan bermain kano. Kalo tak punya perlengkapannya, ada tempat yang memberikan jasa penyewaan dengan harga yang relatif murah. Tetapi untuk diving tentu saja tak bisa sembarangan, mereka menyewakan jika ada master diving yang menemani. Aturan untuk kano dan sailing juga ada, tapi standar saja hanya dengan menggunakan rompi pelampung dan silahkan bermain air...!

Di sore yang lain seorang teman mengajakku ke Pantai Ide. Wah.. sudah terbayang pantai dengan pasir pada pesisirnya, ombak-ombak kecil yang berlari dan saling mengejar serta sunset yang dapat kunikmati sore itu.

Sesampai di sana, aku tak menemukan semua yang kuhayalkan sebelumnya. Terhampar dermaga kayu dengan satu pondok tempat beberapa orang duduk, dilengkapi dengan pelat kuning keterangan kedalaman danau untuk jarak tertentu pada lantai dermaga. Jangan tanya mengapa namanya pantai yah.. akupun tak mengerti. Yang kutahu, Pantai Ide menjadi cukup ramai di sore hari... dipenuhi perenang-perenang ulung yang melepas kepenatan setelah bekerja seharian. Jangan di tanya pada pagi hari di kala Sabtu dan Minggu, karena tak kalah ramainya. Aktivitas Sabtu-Minggu pagi di sana cukup variatif, ada yang hanya berenang, hunting foto, bersepeda, atau sekedar merendam kaki. Jangan ditanya soal karcis, karena semua GRATIS! (lagi-lagi tak seperti kota kelahiranku, masuk pantai kotor saja bayar!)

"De' besok sore hiking yuk..." ajak salah seorang teman."Hah?! Kemana?" tanyaku."Besok saja dijawabnya yah... " sembari tersenyum ia pergi. Namanya Poci alias Pondok Cinta. Dari sana, kita bisa melihat hamparan desa itu lengkap dengan danaunya. Tak perlu heran, desa itu memang cukup unik. Jalannya berbukit-bukit karena memang ia dikelilingi oleh bukit. Dinamai pondok cinta, sebab konon dulunya tempat itu sering digunakan oleh pasangan-pasangan muda yang berpacaran. Itu katanya... Tapi sekarang, sudah dibatasi, bagi orang-orang yang ingin naik harus mendaftar dulu di pos yang sudah disediakan. Mungkin supaya bisa dilacak, kalau-kalau mereka tak turun hingga malam menjelang. Untuk sampai ke atas kira-kira membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Lumayan melelahkan untukku yang jarang olahraga, selain harus mendaki, mesti harus hati-hati, sebab akar pohon di hutan bisa membuat tersandung. Sesampai di atas, pemandangan yang tak mengecewakanpun menyambut. Gunung-gunung, danau, desa, sawah, sampai lapangan udarapun kelihatan. Peluhpun terbayar.

12926107061605883637
12926107061605883637
Untuk Pocinya sendiri, hanyalah sebuah tempat yang cukup lapang dengan beberapa tempat duduk untuk beristirahat. Beratapkan pohon tinggi yang rindang layaknya hutan pada umumnya. Tapi bisa kubayangkan pemandangan di tempat itu pada malam hari, aku teringat serial mandarin yang sempat nge-pop di zaman SMP, Meteor Garden... hehhehe...Di sinilah aku... Sorowako. Sebuah desa kecil di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan perusahaan tambang Nikelnya melebihi danau indahnya. Desa kecil dengan keramahan penduduk dan keamanan serta kenyamanan yang cukup terjamin. Teringat saat rafting pertama kali, aku hampir tenggelam di Danau Matano dan sempat menelan airnya. Tetapi kata penduduk asli, ada sebuah mitos yang menyatakan bahwa siapa saja yang tak sengaja menelan air danau Matano, suatu saat orang itu pasti akan kembali ke sana. Kini, kuaminkan saja perkataan mereka sembari tersenyum mengingat semuanya.

1292610868973973357
1292610868973973357
Desa Matano, satu-satunya akses hanya melalui air!

Bis mulai berjalan, 12 jam lagi... aku akan sampai ke kota kelahiranku. Aku pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun