Mohon tunggu...
Dewi Aryati
Dewi Aryati Mohon Tunggu... -

A civil engineering graduate who loves to write anything, read anything interest her, and... swimming.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Desa Itu

17 Desember 2010   18:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sore yang lain seorang teman mengajakku ke Pantai Ide. Wah.. sudah terbayang pantai dengan pasir pada pesisirnya, ombak-ombak kecil yang berlari dan saling mengejar serta sunset yang dapat kunikmati sore itu.

Sesampai di sana, aku tak menemukan semua yang kuhayalkan sebelumnya. Terhampar dermaga kayu dengan satu pondok tempat beberapa orang duduk, dilengkapi dengan pelat kuning keterangan kedalaman danau untuk jarak tertentu pada lantai dermaga. Jangan tanya mengapa namanya pantai yah.. akupun tak mengerti. Yang kutahu, Pantai Ide menjadi cukup ramai di sore hari... dipenuhi perenang-perenang ulung yang melepas kepenatan setelah bekerja seharian. Jangan di tanya pada pagi hari di kala Sabtu dan Minggu, karena tak kalah ramainya. Aktivitas Sabtu-Minggu pagi di sana cukup variatif, ada yang hanya berenang, hunting foto, bersepeda, atau sekedar merendam kaki. Jangan ditanya soal karcis, karena semua GRATIS! (lagi-lagi tak seperti kota kelahiranku, masuk pantai kotor saja bayar!)

"De' besok sore hiking yuk..." ajak salah seorang teman."Hah?! Kemana?" tanyaku."Besok saja dijawabnya yah... " sembari tersenyum ia pergi. Namanya Poci alias Pondok Cinta. Dari sana, kita bisa melihat hamparan desa itu lengkap dengan danaunya. Tak perlu heran, desa itu memang cukup unik. Jalannya berbukit-bukit karena memang ia dikelilingi oleh bukit. Dinamai pondok cinta, sebab konon dulunya tempat itu sering digunakan oleh pasangan-pasangan muda yang berpacaran. Itu katanya... Tapi sekarang, sudah dibatasi, bagi orang-orang yang ingin naik harus mendaftar dulu di pos yang sudah disediakan. Mungkin supaya bisa dilacak, kalau-kalau mereka tak turun hingga malam menjelang. Untuk sampai ke atas kira-kira membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Lumayan melelahkan untukku yang jarang olahraga, selain harus mendaki, mesti harus hati-hati, sebab akar pohon di hutan bisa membuat tersandung. Sesampai di atas, pemandangan yang tak mengecewakanpun menyambut. Gunung-gunung, danau, desa, sawah, sampai lapangan udarapun kelihatan. Peluhpun terbayar.

12926107061605883637
12926107061605883637
Untuk Pocinya sendiri, hanyalah sebuah tempat yang cukup lapang dengan beberapa tempat duduk untuk beristirahat. Beratapkan pohon tinggi yang rindang layaknya hutan pada umumnya. Tapi bisa kubayangkan pemandangan di tempat itu pada malam hari, aku teringat serial mandarin yang sempat nge-pop di zaman SMP, Meteor Garden... hehhehe...Di sinilah aku... Sorowako. Sebuah desa kecil di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan perusahaan tambang Nikelnya melebihi danau indahnya. Desa kecil dengan keramahan penduduk dan keamanan serta kenyamanan yang cukup terjamin. Teringat saat rafting pertama kali, aku hampir tenggelam di Danau Matano dan sempat menelan airnya. Tetapi kata penduduk asli, ada sebuah mitos yang menyatakan bahwa siapa saja yang tak sengaja menelan air danau Matano, suatu saat orang itu pasti akan kembali ke sana. Kini, kuaminkan saja perkataan mereka sembari tersenyum mengingat semuanya.

1292610868973973357
1292610868973973357
Desa Matano, satu-satunya akses hanya melalui air!

Bis mulai berjalan, 12 jam lagi... aku akan sampai ke kota kelahiranku. Aku pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun