Pemimpin yang Tekun dan Mengurangi Hawa Nafsu
Seorang pemimpin yang baik harus bisa menunjukkan ketekunan, bukan hanya dalam bekerja tetapi juga dalam mengendalikan dirinya. Mengurangi hawa nafsu adalah hal yang penting agar pemimpin tidak terjebak dalam dorongan untuk mendapatkan kekayaan atau kekuasaan secara berlebihan. Dalam teks ini, mengurangi hawa nafsu bisa dilakukan melalui puasa, tirakat, dan olah batin. Ini bukan hanya tentang menahan diri dari makan, tetapi lebih kepada menahan diri dari keinginan-keinginan yang bisa merugikan diri sendiri atau orang lain. Tirakat dan olah batin adalah bentuk latihan untuk menjaga keseimbangan pikiran dan jiwa seorang pemimpin, agar tidak terbawa emosi atau nafsu yang dapat mengganggu pengambilan keputusan.
Dengan cara ini, pemimpin dapat tetap fokus pada tujuannya, yaitu untuk kebaikan bersama, bukan sekedar untuk kepentingan pribadi. Ketika pemimpin mampu mengendalikan hawa nafsunya, ia dapat lebih bijaksana dalam memimpin dan membuat keputusan yang adil untuk semua orang, tanpa dipengaruhi oleh godaan materi atau kekuasaan.
Jalan Prihatin dan Berkarya Siang Malam
Pemimpin yang baik juga diharapkan untuk menjalani jalan prihatin, yang mengandung makna hidup sederhana dan tidak berlebihan. Jalan prihatin ini bukan berarti hidup dalam kesusahan atau penderitaan, tetapi lebih kepada hidup dengan penuh kesadaran dan tidak terjebak dalam kemewahan atau kepentingan pribadi. Jalan prihatin ini juga diikuti dengan berkarya siang malam, yang berarti pemimpin harus selalu bekerja keras untuk kepentingan orang banyak. Berkarya tidak hanya terbatas pada pekerjaan fisik, tetapi juga mencakup peran seorang pemimpin dalam memberikan contoh yang baik bagi orang lain. Pemimpin yang baik tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi juga berusaha memperbaiki keadaan di sekitar dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil memberi manfaat bagi banyak orang.
Pemimpin yang berkarya siang malam ini haruslah seorang yang tidak mengenal lelah, baik dalam pekerjaan maupun dalam menjaga hubungan baik dengan masyarakat. Ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari bekerja keras dalam menjalankan tugas negara hingga terlibat dalam kegiatan sosial atau pendidikan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Dengan cara ini, seorang pemimpin dapat menunjukkan komitmennya untuk bekerja keras demi kebaikan orang banyak.
Menciptakan Hati yang Tentram
Selain tekun dan bekerja keras, seorang pemimpin juga perlu memiliki hati yang tentram. Hati yang tentram berarti ketenangan batin yang memungkinkan pemimpin untuk tetap tenang dalam menghadapi berbagai tantangan. Seorang pemimpin dengan hati yang tentram akan lebih bijaksana dalam menghadapi masalah, lebih sabar, dan tidak mudah terbawa emosi. Ketenangan batin ini sangat penting karena dengan hati yang tentram, pemimpin bisa membuat keputusan yang lebih adil dan bijaksana, serta tidak terpengaruh oleh tekanan atau stres.
Untuk mencapai hati yang tentram, seorang pemimpin perlu menjaga keseimbangan hidup, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Ini termasuk menjaga hubungan baik dengan orang lain, menghindari stres yang tidak perlu, serta selalu berusaha berpikir jernih sebelum mengambil keputusan.
Relevansi Kepemimpinan Ini di Zaman Sekarang
Meskipun konsep ini berasal dari budaya tradisional, nilai-nilai kepemimpinan yang dijelaskan tetap sangat relevan di zaman sekarang. Di zaman modern ini, banyak pemimpin yang terjebak dalam pencapaian materi dan kekuasaan, melupakan prinsip-prinsip moral dan etika yang sebenarnya lebih penting. Kepemimpinan yang baik seharusnya tidak hanya fokus pada keuntungan pribadi, tetapi juga pada kepentingan orang banyak. Mengendalikan hawa nafsu, menjalani hidup dengan kesederhanaan, dan menjaga hati yang tentram adalah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan oleh siapa saja, tidak hanya para pemimpin, tetapi juga oleh mahasiswa atau siapa pun yang ingin menjadi pemimpin di masa depan.