Mohon tunggu...
dianpurwanti
dianpurwanti Mohon Tunggu... Guru - individu biasa

Kita hanya perlu lebih baik dari hari kemarin, bukan lebih baik dari orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Konsumsi Teknologi dan Sampah Elektronik: Membangun Kesadaran untuk Pengelolaan yang Berkelanjutan

5 Desember 2024   14:30 Diperbarui: 5 Desember 2024   20:10 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Seiring dengan kemajuan teknologi yang pesat, konsumsi perangkat elektronik seperti ponsel, komputer, televisi, dan gadget lainnya terus meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perkembangan teknologi ini tidak hanya mempermudah kehidupan sehari-hari, tetapi juga mendorong munculnya tren konsumsi yang cepat dan berkelanjutan. Dengan peluncuran perangkat baru hampir setiap tahun yang menawarkan fitur-fitur canggih dan desain menarik, konsumen cenderung mengganti perangkat mereka lebih sering.

Barang-barang tersebut telah menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan modern, dengan semakin banyak orang yang bergantung pada teknologi untuk berbagai aktivitas, mulai dari berkomunikasi hingga menikmati hiburan. Tingginya minat terhadap perangkat yang lebih baru dan lebih canggih semakin mempercepat laju konsumsi barang elektronik.  Data dari depatemen Pedagangan Republik Indonesia konsumsi barang elekronik melalui berbabagai platform e-commerce di Indonesia mencapai USD 10,71 juta.

Konsumsi barang elektronik ini berdampak pada meningkatnya volume sampah elektronik (e-waste), yang menjadi isu besar di era modern. Sampah elektronik (e-waste) mengacu pada perangkat elektronik yang sudah tidak terpakai lagi dan dibuang, seperti ponsel, komputer, televisi, dan barang elektronik lainnya. Global E-Waste Monitor tahun 2020 mengeluarkan laporan tahunan mengenai jumlah limbah elektronik, bahwasannya di seluruh dunia produksi limbah elektronik tahunan meningkat sebesar 2,6 juta ton per tahun, dan diperkirakan akan mencapai 82 juta ton pada tahun 2030, peningkatan sebesar 33% lebih lanjut dari angka tahun 2022.

Di Indonesia, data dari Komisi Eropa mencatat bahwa sekitar 5 juta unit ponsel dibuang pada tahun 2020. Sayangnya, sebagian besar sampah elektronik di Indonesia belum dikelola dengan baik, dengan hanya sekitar 5% dari e-waste yang didaur ulang secara benar, sementara sisanya berakhir di tempat pembuangan sampah atau diproses dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Dengan jumlah limbah elektronik yang dihasilkan sebanyak 1886kt per tahun.

Tren ini menunjukkan bahwa tanpa adanya pengelolaan yang lebih baik, jumlah sampah elektronik akan terus meningkat seiring dengan pesatnya konsumsi perangkat teknologi. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang lebih bertanggung jawab terhadap konsumsi teknologi, yang tidak hanya fokus pada penggunaan produk elektronik, tetapi juga pada pengelolaannya setelah masa pakainya berakhir. Kesadaran konsumen akan dampak negatif e-waste serta upaya untuk memperpanjang umur perangkat, mendaur ulang, dan mengolahnya dengan cara yang ramah lingkungan, perlu menjadi bagian dari pola konsumsi yang lebih bertanggung jawab.

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan antara konsumsi teknologi dan peningkatan volume sampah elektronik dengan semakin berkembangnya tren konsumsi perangkat elektronik seperti ponsel, komputer, dan gadget lainnya. Bahwa penting untuk membangun kesadaran di kalangan konsumen mengenai pengelolaan sampah elektronik yang berkelanjutan. Kesadaran ini diharapkan dapat mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam mengkonsumsi barang-barang elektronik serta ikut bertanggung jawab dalam mengelola e-waste secara ramah lingkungan yang dapat mengurangi dampak buruk sampah elektronik terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Konsumsi Teknologi: Tren dan Dampaknya

Salah satu tantangan utama dalam konsumsi elektronik saat ini adalah pola konsumsi berlebihan (overconsumption), di mana konsumen membeli perangkat elektronik lebih sering daripada yang seharusnya. Beberapa faktor mendorong konsumsi teknologi yang cepat yaitu diantaranya adalah inovasi, di mana produsen teknologi terus menghadirkan produk-produk dengan fitur terbaru dan desain yang lebih menarik perhatian serta memotivasi konsumen untuk sering mengganti perangkat mereka dan mendorong mereka untuk mengikuti perkembangan teknologi serta mode dan tren atau gaya hidup tertentu. Selain itu iklan dan strategi pemasaran yang masif memainkan peran besar dalam mempercepat tren konsumsi ini. Iklan yang menonjolkan keunggulan produk dan menawarkan promosi menarik seringkali membuat konsumen tertarik untuk memiliki perangkat terbaru.

Tak kalah penting, kerusakan perangkat yang sering terjadi, baik karena masalah teknis maupun daya tahan produk yang rendah, membuat konsumen merasa perlu mengganti perangkat mereka lebih cepat. Banyak orang merasa terdorong untuk memiliki perangkat teknologi terkini sebagai simbol status dan kesesuaian dengan perkembangan zaman Semua faktor ini menciptakan pola konsumsi yang tidak berkelanjutan, di mana perangkat elektronik yang masih bisa digunakan justru dibuang. Semua hal ini berkontribusi pada tingginya tingkat konsumsi perangkat elektronik, yang pada gilirannya meningkatkan jumlah sampah elektronik (e-waste).

Limbah elektronik E-waste termasuk limbah padat yang berbahaya karena mengandung berbagai bahan berbahaya seperti logam berat (merkuri, timbal, kadmium), bahan kimia beracun, serta plastik dan komponen yang sulit terurai secara alami. Karena volume produksinya yang terus meningkat seiring dengan tren konsumsi teknologi yang semakin cepat, sampah elektronik menjadi masalah lingkungan global yang mendesak untuk ditangani. E-waste adalah jenis limbah yang sangat sulit dikelola menggunakan metode konvensional. Jika tidak dikelola dengan benar, bahan-bahan berbahaya dalam sampah elektronik dapat mencemari tanah, air, dan udara, yang berujung pada kerusakan lingkungan dan ancaman kesehatan bagi manusia serta ekosistem. Pembuangan sampah elektronik yang sembarangan atau pengolahan yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan bahan beracun ini masuk ke dalam rantai makanan, merusak kualitas udara, serta menimbulkan gangguan kesehatan yang serius. Selain itu, pengelolaan e-waste yang buruk juga dapat memperburuk ketimpangan sosial, terutama di negara berkembang. Banyak negara dengan tingkat pendapatan rendah menjadi tempat pembuangan sampah elektronik global, di mana sampah tersebut diproses oleh pekerja informal tanpa perlindungan kesehatan yang memadai. Hal ini berpotensi meningkatkan paparan terhadap bahan berbahaya dan menciptakan dampak sosial yang merugikan.

Pembuangan dan pengelolaan sampah elektronik yang sembarangan dapat menimbulkan dampak negatif bagi makhluk hidup, termasuk manusia, hewan, dan tumbuhan, serta mencemari tanah, air, dan udara. Dari seluruh sampah elektronik yang ada, hanya sekitar 20 persen yang berhasil didaur ulang, sementara sisanya dibakar, ditimbun, atau dibuang ke perairan, yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Beberapa bentuk pencemaran yang terjadi antara lain: pertama, pencemaran udara yang disebabkan oleh pembakaran sampah elektronik, yang menghasilkan bahan berbahaya seperti timbal dan gas hidrokarbon. Gas ini dapat mengganggu sistem saraf otak dan memicu berbagai penyakit, seperti kejang-kejang, kemandulan, bahkan kematian. Kedua, pencemaran air dan tanah yang disebabkan oleh logam berat beracun, seperti merkuri, timbal, barium, kadmium, litium, dan arsenik, yang dapat merusak keseimbangan ekosistem. Jika logam-logam tersebut mencemari tanah dan sumber air tanah, hal ini bisa mengganggu ekosistem dan menyebabkan mutasi genetik yang merugikan makhluk hidup dan lingkungan.

Pentingnya Kesadaran dalam Mengkonsumsi Barang Elektronik

Kesadaran konsumen memegang peran penting dalam pengelolaan sampah elektronik yang berkelanjutan, karena kebiasaan konsumen langsung mempengaruhi siklus hidup perangkat. Mengganti perangkat terlalu cepat atau penggunaan yang berlebihan memperburuk sampah elektronik. Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi pola konsumsi yang bijak, seperti memperpanjang umur perangkat dengan perawatan dan perbaikan. Edukasi dan penyuluhan melalui kampanye yang mengajarkan pengelolaan sampah elektronik yang benar, seperti mendaur ulang atau memperbaiki perangkat, juga sangat penting. Konsumen juga dapat memilih produk yang lebih berkelanjutan, seperti perangkat tahan lama, mudah didaur ulang, dan mendukung kebijakan perbaikan, untuk mengurangi sampah elektronik. Di rumah, kebiasaan mengelola sampah elektronik dengan cara mendaur ulang, menjual, atau menyumbangkan perangkat masih berfungsi dapat mengurangi limbah, memperpanjang umur perangkat, dan mengurangi produksi barang baru.

Dalam hal ini kita sebagai konsumen harus bijaksana dalam mengonsumsi teknologi. Ini berarti ketika konsumen mengambil keputusan pembelian yang mempertimbangkan keberlanjutan dan dampak jangka panjang. Sebagai konsumen, penting untuk memilih produk teknologi yang tahan lama dan diproduksi secara ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi limbah elektronik yang merusak lingkungan. Konsumen dapat menerapkan prinsip buy less, buy better, yang mengedepankan kualitas daripada kuantitas. Banyak konsumen sering mengabaikan daya tahan produk atau dikenal sebagai "product durability neglect," sehingga mereka cenderung membeli barang dengan harga murah namun cepat rusak. Untuk mengatasi masalah ini, konsumen dapat mulai membeli perangkat teknologi yang berkualitas tinggi, menggunakan kembali barang lama, serta mendaur ulang produk usang dengan cara yang bertanggung jawab. Dengan demikian, langkah kecil ini tidak hanya mendukung keberlanjutan tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

Pemerintah juga memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pengelolaan sampah elektronik yang bertanggung jawab melalui kebijakan dan regulasi yang tepat. Dengan memberlakukan peraturan seperti kewajiban daur ulang elektronik atau pembatasan ketat terhadap pembuangan sampah elektronik, pemerintah dapat memastikan bahwa perangkat yang sudah tidak digunakan dikelola secara benar, sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Selain itu, pemerintah dapat meluncurkan program insentif yang mendorong konsumen untuk menyerahkan perangkat elektronik yang sudah tidak terpakai untuk didaur ulang, misalnya dengan memberikan diskon atau penghargaan bagi mereka yang berpartisipasi. Langkah ini akan membantu mengurangi jumlah sampah elektronik dan mendorong masyarakat untuk lebih sadar dalam konsumsi yang ramah lingkungan.

Industri elektronik juga memiliki tanggung jawab besar dalam mengurangi dampak lingkungan dari produk yang mereka hasilkan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan merancang produk yang lebih ramah lingkungan, menggunakan bahan yang dapat didaur ulang dengan mudah, serta menerapkan proses produksi yang lebih berkelanjutan. Dengan demikian, produk elektronik yang dihasilkan tidak hanya lebih tahan lama, tetapi juga lebih mudah didaur ulang setelah masa pakainya selesai. Selain itu, industri dapat mengembangkan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi daur ulang, seperti sistem otomatis yang dapat memilah komponen elektronik secara lebih tepat dan cepat. Inovasi semacam ini dapat membantu mengurangi dampak negatif dari siklus hidup produk elektronik terhadap lingkungan.

Mengonsumsi barang elektronik dengan bijak sangat penting untuk mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan. Dengan memilih produk yang berkualitas, tahan lama, dan ramah lingkungan, serta merawat dan memperbaiki perangkat agar lebih awet, konsumen dapat mengurangi jumlah sampah elektronik yang mencemari lingkungan. Selain itu, kebiasaan mendaur ulang atau menyumbangkan perangkat yang masih berfungsi dapat mengurangi pemborosan dan mengurangi kebutuhan produksi barang baru. Edukasi dan pemahaman mengenai pengelolaan sampah elektronik yang tepat, serta pola konsumsi yang lebih bertanggung jawab, akan memberikan dampak positif dalam menciptakan pola konsumsi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Daftar Pustaka

Djafar, A. Y., Puluhulawa, F., Puluhulawa, J., & Harun, A. A. (2023). Dampak Dari Pencemaran Lingkungan Akibat Sampah Elektronik Dalam Prespektif Hukum Lingkungan. Journal of Comprehensive Science (JCS), 2(6), 1637-1646. https://doi.org/10.59188/jcs.v2i6.388

https://satudata.kemendag.go.id

https://globalewaste.org

Lautetu, L. M., Prayoga, M. B. R., & Debora, D. D. (2024). Evaluasi pengelolaan limbah elektronik di Indonesia. Waste, Society and Sustainability, 1(1) https://doi.org/10.61511/wass.v1i1.2024.462

Saha, L., Kumar, V., Tiwari, J., Rawat, S., Singh, J., & Bauddh, K. (2021). Electronic waste and their leachates impact on human health and environment: Global ecological threat and management. Environmental Technology & Innovation, 24, 102049.

Sun, J. J., Bellezza, S., & Paharia, N. (2021). Buy Less, Buy Luxury: Understanding and Overcoming Product Durability Neglect for Sustainable Consumption. Journal of Marketing, 85(3), 28-43. https://doi.org/10.1177/0022242921993172

Tuahena, L. A. M., Hendrawan, R. R., Alrasyid, M. A., & Kamal, U. (2024). PENERAPAN E-SIM CARD SEBAGAI LANGKAH PROAKTIF DALAM MENGURANGI LIMBAH ELEKTRONIK DI INDONESIA. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora, 2(5), 34-49.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun