Biasanya jika taka da Job untuk menjadi buruh tani di sawah beliau mengumpulkan Asem untuk dijual. Kebetulan di depan rumah beliau terdapat Pohon Asem besar yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun lamanya sehingga sudah menjadi hal biasa jika orang-orang juga mengambil sem-asem yang berjatuhan disana.
Dalam beberapa jam beliau bisa mengumpulkan asem yang berjatuhan sebanyak 5 kilo sampai 7 kilo mengingat asem yang jatuh bercampur dengan tebalnya daun yang telah berjatuhan membentuk tanah empuk. Setelah terkumpul beberapa kilo, dengan telaten beliau mengupas dan menyortir asem yang telah dikumpulkannya. Dengan bersenjatakan cutter beliau bisa mengupas berkilo-kilo asem.
Usai disortir, kemudian asem dimasukkan kedalam plastic berukuran kg. lantas Bu Ti menyerahkan asemnya ketoko yang ada didepan rumahnya.
Per 1 plastik beliau tarif Rp 500,00. Sebelumm dikupas memanglah asem terlihat banyak tetapi setelah dikupas dan dibuang bijinya, asem terlihat kempes dan sedikit. Biasanya sekali setor dapat sekitar Rp 50.000 (Lima puluh ribu rupiah) sampai Rp 70.000 (Tujuh puluh ribu rupiah) Ungkap Bu Ti.
Sejujurnya saya sangat ..... dengan Bu Ti, bagaimana tidak? Beliau seorang orang tua tunggal, berperan sebagai kepala keluarga. Namun, tak sedikitpun kehilangan semangat untuk bekerja keras dan tidak mau bergantung dengan rasa kasihan orang lain padanya.
Bu Ti telah melakukan berbagai pekerjaannya tersebut kurang lebih Sembilan tahun tepat setelah suaminya dipenjara. Baginya bekerja serabutan sepanjang hari merupakan hal yang lumrah. Jauh sebelum dia menjadi seorang pekerja serabutan, Bu Ti ini berlakon sebagai ibu rumah tangga bagi keluarganya.
Namun, semenjak suaminya dipenjara karena suatu alasan, ditambah dengan keadaan ekonominya yang morat marit, terpaksa mau tidak mau beliau pun berlakon sebagai kepala keluarga.
Bu Tik mengatakan bahwa ia tak punya pilihan lain selain melakukan banyak pekerjaan serabutan. Ia tak peduli akan tubuhnya sendiri.
"Pokok'e anakku ora keluwen lan kecukupan sandang pangane, kerjoan nopo mawon sanggup kulo kerjani demi nyambung urip seng penting halal" (Pokoknya anak saya tidak kelaparan dan berkecukupan sandang dan makanan, pekerjaan apapun sanggup saya kerjakan demi menyambung hidup yang penting halal) Katanya kepada saya. Â
Untuk sekedar bertahan hidup mengisi perut yang kosong, Bu Ti biasanya hanya makan dua kali sehari bersama dengan kedua anaknya.
Sungguh Wanita yang kuat dan Tangguh Bu Ti ini.