Assalamualaikum wr wb
Pada kesempatan yang bagus ini saya akan berbagi sedikit pengalaman saya bertemu dengan Ibu Tiwok beliau merupakan salah satu tetangga saya yang tergolong sebagai golongan orang Fakir.Â
Perlu diketahui disini bahwa di dalam agama islam fakir dan miskin adalah suatu kondisi yang berbeda. Dimana miskin adalah kondisi Ketika seseorang tersebut memiliki penghasilan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan fakir adalah kondisi dimana seseorang tersebut bahkan tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
Di sini tujuan saya mengunjungi Ibu Ti ini adalah dengan maksud untuk menyerahkan zakat fitrah saya kepada beliau. Kebetulan saya mengunjungi beliau pada bulan yang penuh berkah ini yaitu bulan Ramadhan.Â
Sembari menyerahkan zakat yang saya bawa, saya berbincang sedikit dengan beliau mengenai kehidupan sehari-harinya. Bu Ti pun bersedia menceritakan sedikit pengalamannya dalam menghadapi masalah hidupnya.
Ibu Ti ini merupakan seorang ibu tunggal yang tinggal di salah satu rumah di Daerah Nganjuk yang juga merupakan tempat tinggal saya. Ia adalah ibu tunggal yang merawat dua orang anaknya. Sebelumnya dia tinggal Bersama dengan Ibunya, Suaminya dan kedua anaknya. Namun, sekarang hanya tinggal bersama kedua anaknya saja lantaran suaminya berada di penjara dan Ibunya meninggal dengan tragis. Ibunya meninggal tidak wajar dia bunuh diri dengan menggantung lehernya di dalam kamarnya sendiri.
Sedihnya lagi salah satu anaknya menyandang gangguan jiwa. Setiap harinya hanya duduk didepan rumah dan meneriaki orang yang lewat depan rumahnya. Kedua anaknya ini adalah gadis.
Saya sangat salut dengan beliau. Beliau menghidupi kedua anaknya dengan kerja kerasnya sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain.
Keseharian Bu Ti ini adalah sebagai buruh tani. Setiap pagi beliau berangkat kerja sebagai buruh di sawah atau lahan milik orang-orang desa. Beliau bekerja sekitar jam 6 pagi sampai jam 11 siang. Terkadang kalau beruntung bisa melanjutkan bekerja lagi hingga petang jam 5 sore ungkap Bu Ti.
"Yo lek kadung bejo, sedino iso sampek peteng, gajine yo lumayan dibanding lek muleh awan" (Ya kalau lagi beruntung, sehari bisa sampai sore, gajinya juga lumayan disbanding jika pulang siang) Ujarnya.
Selain menjadi seorang buruh tani tentunya Bu Ti perlu tambahan penghasilan lain untuk mencukupi kebutuhannya dan menghidupi keluarganya.Â
Biasanya jika taka da Job untuk menjadi buruh tani di sawah beliau mengumpulkan Asem untuk dijual. Kebetulan di depan rumah beliau terdapat Pohon Asem besar yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun lamanya sehingga sudah menjadi hal biasa jika orang-orang juga mengambil sem-asem yang berjatuhan disana.
Dalam beberapa jam beliau bisa mengumpulkan asem yang berjatuhan sebanyak 5 kilo sampai 7 kilo mengingat asem yang jatuh bercampur dengan tebalnya daun yang telah berjatuhan membentuk tanah empuk. Setelah terkumpul beberapa kilo, dengan telaten beliau mengupas dan menyortir asem yang telah dikumpulkannya. Dengan bersenjatakan cutter beliau bisa mengupas berkilo-kilo asem.
Usai disortir, kemudian asem dimasukkan kedalam plastic berukuran kg. lantas Bu Ti menyerahkan asemnya ketoko yang ada didepan rumahnya.
Per 1 plastik beliau tarif Rp 500,00. Sebelumm dikupas memanglah asem terlihat banyak tetapi setelah dikupas dan dibuang bijinya, asem terlihat kempes dan sedikit. Biasanya sekali setor dapat sekitar Rp 50.000 (Lima puluh ribu rupiah) sampai Rp 70.000 (Tujuh puluh ribu rupiah) Ungkap Bu Ti.
Sejujurnya saya sangat ..... dengan Bu Ti, bagaimana tidak? Beliau seorang orang tua tunggal, berperan sebagai kepala keluarga. Namun, tak sedikitpun kehilangan semangat untuk bekerja keras dan tidak mau bergantung dengan rasa kasihan orang lain padanya.
Bu Ti telah melakukan berbagai pekerjaannya tersebut kurang lebih Sembilan tahun tepat setelah suaminya dipenjara. Baginya bekerja serabutan sepanjang hari merupakan hal yang lumrah. Jauh sebelum dia menjadi seorang pekerja serabutan, Bu Ti ini berlakon sebagai ibu rumah tangga bagi keluarganya.
Namun, semenjak suaminya dipenjara karena suatu alasan, ditambah dengan keadaan ekonominya yang morat marit, terpaksa mau tidak mau beliau pun berlakon sebagai kepala keluarga.
Bu Tik mengatakan bahwa ia tak punya pilihan lain selain melakukan banyak pekerjaan serabutan. Ia tak peduli akan tubuhnya sendiri.
"Pokok'e anakku ora keluwen lan kecukupan sandang pangane, kerjoan nopo mawon sanggup kulo kerjani demi nyambung urip seng penting halal" (Pokoknya anak saya tidak kelaparan dan berkecukupan sandang dan makanan, pekerjaan apapun sanggup saya kerjakan demi menyambung hidup yang penting halal) Katanya kepada saya. Â
Untuk sekedar bertahan hidup mengisi perut yang kosong, Bu Ti biasanya hanya makan dua kali sehari bersama dengan kedua anaknya.
Sungguh Wanita yang kuat dan Tangguh Bu Ti ini.
Hal yang bisa kita ambil dari kisah Bu Ti ini adalah keadaan dimana kita harus tetap bekerja keras walaupun keadaan sedang sulit dan tidak hanya bergantung dan mengharapkan belas kasihan orang lain.Â
Dalam bekerja apapun itu pekerjaannya asalkan pekerjaan tersebut halal dan sanggup dilakukan, maka lakukanlah, sesungguhnya menjadi peminta-minta ataupun mengharap belas kasihan orang lain merupakan hal yang tak seharusnya kita harapkan untuk menyambung hidup.
Sesungguhnya tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah yang artinya orang yang memberi lebih baik dari pada orang yang meminta. Maka dari itu, di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini alangkah baiknya kita mengulurkan tangan kepada orang-orang yang membutuhkan.Â
Membantu sesame saudara muslim kita. Disamping kita bisa membantu orang lain, kita juga mendapat pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah kepada kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H