Mohon tunggu...
Diyah
Diyah Mohon Tunggu... Penulis - Future Entrepreneur and Lecturer

Dream, Believe and Make it Happen

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendekatan Multi-Dimensi sebagai Strategi untuk Mengatasi Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea dan sebagai Pengawalan Perdamaian Dunia

15 September 2024   22:28 Diperbarui: 15 September 2024   23:46 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Konflik perang nuklir berawal sejak adanya Perang Dunia II dan tentu saja adanya pengembangan teknologi senjata nuklir. Selain itu, diikuti dengan ketegangan geopolitik selama Perang Dingin yang menciptakan situasi di mana perang nuklir selalu menjadi ancaman potensial. Meskipun ancaman perang nuklir telah mereda sejak akhir Perang Dingin, risiko tersebut masih ada, terutama dengan negara-negara seperti Korea Utara yang mencoba mengembangkan senjata nuklir serta potensi kesalahan atau eskalasi yang tidak disengaja.

            Salah satu masalah yang sangat kompleks adalah adanya ancaman nuklir di Semenanjung Korea, dengan memiliki dampak besar bagi stabilitas regional dan global. Program nuklir Korea Utara terus menjadi tantangan bagi keamanan internasional, tetapi solusi diplomatik dan kerjasama internasional masih merupakan kunci utama untuk mengurangi ketegangan dan mencegah konflik. Konflik di Semenanjung Korea terjadi bermula dari perpecahan dua negara yang diakibatkan oleh Perang Dunia II dan Perang Korea tahun 1950 -- 1953. Setelah perang tersebut, Korea Utara dan Korea Selatan terpisah dengan dua idelogi yang berbeda yaitu ideologi Komunisme di Utara dan ideologi Kapitalisme di Selatan, serta menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan. Ketegangan tersebut semakin diperburuk dengan adanya intervensi negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China.

            Langkah yang telah diambil oleh Korea Utara saat itu adalah dengan mengembangkan senjata nuklir sebagai bentuk pertahanan. Kemudian sejak tahun 2000-an, Korea Utara mulai menunjukkan komitmen untuk mengembangkan senjata nuklir meskipun mendapatkan tekanan dari Internasional. Program nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara telah dimulai sejak akhir tahun 1950-an dan tentu saja telah mengalami berbagai perkembangan,dari pengayaan uranium hingga uji coba nuklir. Uji coba nuklir pertama yang dilakukan oleh Korea Utara pada tahun 2006 menandai awal dari ancaman nyata terhadap keamanan global.

          Ancaman nuklir Korea Utara menyebabkan ketegangan yang tinggi, terutama di kawasan Asia Timur. Negara tetangganya, Korea Selatan dan Jepang berada dalam jangkauan potensi serangan senjata nuklir. Dalam hal tersebut, Korea Selatan dan Jepang memperkuat pertahanan mereka dengan peningkatan sistem pertahanan rudal seperti THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) dan kerjasama militer dengan Amerika Serikat. Ketegangan tersebut turut memperburuk situasi keamanan di Kawasan tersebut dan memicu perlombaan senjata regional. Semenanjung Korea telah menjadi titik fokus keteganggan Internasional hingga sekarang. Sehingga, tentu saja dapat mempengaruhi stabilitas keamanan regional dan perdamaian dunia secara keseluruhan.

         Perkembangan ini menimbulkan fenomena yang membuat masing-masing negara berada dalam posisi saling merespon ancaman yang ada. Seperti halnya, China merespon dengan mengadakan latihan militer bersama Rusia, sedangkan Korea Selatan dan Jepang membuat kerjasama militer dengan Amerika Serikat. Korea Utara juga melakukan perjanjian strategis dengan Rusia. Ketegangan semakin meningkat ketika Korea Utara merespon peningkatan kerjasama nuklir antara Korea Selatan, Jepang, dan AS dengan mengesahkan senjata nuklir dalam konstitusinya dan menyatakan akan mempercepat produksi senjata nuklir untuk menghalangi AS.

         Korea Utara juga kembali melakukan uji coba rudal balistik yang tentu saja dapat menjangkau daratan AS. Hal tersebut turut mendapat reaksi negatif dari dua negara tetangganya, Korea Selatan dan Jepang. Berdasarkan dinamika yang ada di semenanjung Korea, muncul kekhawatiran bahwa ketidakstabilan geopolitik di kawasan Asia Timur akan memicu persaingan persenjataan nuklir lebih lanjut yang dapat mengancam perdamaian global. Ancaman nuklir Korea Utara tentu saja memiliki dampak yang luas pada keamanan global dengan intervensi negara-negara besar seperti AS, China, dan Rusia. AS dan Rusia berfokus pada sanksi ekonomi dan diplomasi, sementara China, sebagai sekutu dekat Korea Utara, memainkan peran penting dalam negosiasi internasional.

            Six Party Talk telah dilakukan sebagai upaya diplomatik untuk mengatasi hal tersebut, dimana melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, China, Jepang dan Rusia. Selain itu, beberapa perjanjian seperti Kesepakatan Nuklir AS-Korea Utara tahun 1994, dan Kesepakatan Pyongyang tahun 2005 telah dilakukan, namun sering kali terhenti akibat pelanggaran dari pihak Korea Utara atau ketidakpuasan internasional. Dalam hal ini, perlu adanya strategi yang lebih optimal untuk mengatasi hal tersebut.

            Pendekatan multi-dimensi merupakan strategi yang melibatkan berbagai aspek atau sudut pandang untuk menangani suatu masalah secara komprehensif. Dalam konteks masalah yang kompleks di Semenanjung Korea, pendekatan tersebut tidak hanya berfokus pada satu aspek (misalnya, militer atau ekonomi), tetapi mempertimbangkan banyak faktor sekaligus, seperti diplomasi, ekonomi, keamanan, sosial, budaya, dan kemanusiaan. Hal tersebut dilakukan karena pencegahan perang nuklir memerlukan kombinasi dari kebijakan diplomasi yang cermat, pengendalian senjata, serta kesadaran global tentang bahayanya. Setiap langkah yang diambil untuk mencegah perang nuklir dapat menyelamatkan jutaan nyawa dan melindungi masa depan umat manusia. Pendekatan multi-dimensi tersebut dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, yaitu negosiasi diplomatik dan dialog multirateral, sanski dan insentif ekonomi, kontrol senjata dan pelucutan senjata, meningkatkan kerjasama Regional untuk keamanan, dan menangani isu hak asasai manusia.  

            Negosiasi diplomatik dan dialog multilateral dilakukan dengan cara melakukan dialog langsung untuk melakukan pembicaan damai antara Korea Utara dan Korea Selatan. Selain itu perlu dilakukan secara konsisten six-party talks yang melibatkan negara -- negara kunci di kawasan, termasuk China, Rusia, Jepang, Amerika Serikat, dan kedua Korea melalui format negosiasi multilateral. Tujuannya dilakukan six-party untuk meredakan ketegangan nuklir dengan jalan diplomasi dan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Kemudian, menawarkan jaminan kemanan kepada Korea Utara sebagai insentif untuk menghentikan program nuklir. Perjanjian tersebut menjamin bahwa Korea Utara tidak akan diserang bisa membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perlucutan senjata.

sumber : okezone.com
sumber : okezone.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun